Jumat, 20 Mei 2016

MAWAPRES Utama UR : Buah Penantian 1 Tahun, Perjuangan 3 Tahun (Part 1)

Tentang cita, perjuangan dan pengorbanan…
****


            Masih ingat ceritaku tahun lalu? Tentang Mawapres ; Seribu Cerita. Bisa dibaca kembali pada link ini : http://tengkunoveniayahya.blogspot.co.id/2015/05/mawapres-seribu-cerita-berjuta-makna_14.html .Benar kata orang-orang bahwa mimpi yang kita tuliskan, jika kita pelihara dan kita jaga pada akhirnya Tuhan akan memeluk mimpi tersebut menjadi nyata.

            Kekalahanku pada tahun 2015 pada kompetisi Mahasiswa Berprestasi Universitas Riau tahun 2015 lalu tidak membuatku patah semangat dan menyerah. Posisi ke-5 di tingkat universitas saat itu lantas tidak membuatku berhenti berjuang. Justru ia menjelma menjadi mimpi dan targetan baru yang harus aku capai di tahun 2016.

            Berbekal pengalaman di tahun 2015, aku kembali memberanikan diri untuk mencoba mengikuti pemilihan Mahasiswa Berprestasi Universitas Riau tahun 2016. Seperti biasa, ada beberapa tahap yang harus aku lalui, dimulai dari tingkat fakultas. Seperti biasa juga, bukan Novi namanya kalau mengerjakan sesuatu dengan persiapan dari jauh-jauh hari (red: selalu jadi dateliner). Maaf, yang ini adalah kebiasaan yang tidak baik untuk dicontoh :’) Tapi kata orang-orang sih namanya mahasiswa emang begitu, The Power of Kepepet :’)

            Jadi sebenarnya sejak semester ganjil 2015/2016, aku sudah mulai berpikir apa saja yang harus dipersiapkan seperti mulai gencar mengikuti kompetisi atau program ke luar kampus supaya mendongkrak nilai prestasi, kemudian mulai berpikir topik apa yang akan dijadikan Karya Tulis Ilmiah untuk mengikuti pemilihan mawapres nanti. Berbicara masalah prestasi, untuk ikut kompetisi sebenarnya sudah naluri sejak dulu. Bukan hanya semata-mata untuk dapetin mawapres sih, tapi memang rasanya kompetisi itu adalah kebutuhan yang harus dipenuhi untuk membuka wawasan lebih luas dan meng-upgrade potensi diri. Sejak semester ganjil aku juga sudah mulai berusaha mencari program atau international conference agar nanti di CV ku tertera prestasi internasional. Alhamdulillah di tahun 2015 ada dua LoA program internasional, yang satu ke Thailand dan satunya lagi ke Bangladesh. Tapi malangnya, kedua-duanya tidak jadi berangkat. Yang ke Thailand dikarenakan kendala dana (as you know lah kampus Universitas Riau masih minim perhatian untuk program seperti ini), dan yang ke Bangladesh acaranya dibatalkan karena di sana lagi ada konflik yang gak kunjung selesai. Alhasil, sepertinya Allah Swt belum mengizinkanku untuk menginjakkan kaki di luar negeri. Aku yakin, pasti ada rencana yang jauh lebih indah yang dipersiapkan-Nya untukku.


            Di awal Bulan Februari 2016, pikiranku sudah diteror dengan mawapres. Aku tahu bahwa semester genap awal adalah bulan yang gencar sosialisasi mawapres karena seleksinya akan dilaksanakan sekitar Maret-April. Ada yang unik di sini. Di satu sisi, aku harus mempersiapkan diri untuk mengikuti pemilihan Mawapres kembali di tahun ini. Sementara di sisi lain aku bertanggung jawab menghandle Sekolah Mawapres di FKIP yang merupakan bagian dari program kerja Mawapres UR Community 2015. Ya, sebagai Mawapres Utama FKIP 2015 aku bertanggung jawab untuk menyosialisasikan dan membimbing mahasiswa/i FKIP untuk bisa mengikuti pemilhan Mawapres tahun 2016. Ini artinya aku sedang membesarkan lawanku sendiri. Jujur, berada di posisi ini sulit. Aku harus rela berbagi semua tips dan trik yang pernah aku lakukan kepada teman-teman di FKIP yang merupakan sainganku nantinya di tahun ini. Aku harus rela juga menjadi bagian dari tempat bertanya mereka tentang apa saja terkait Mawapres. Tapi aku ingat pesan Kak Ibna Hayati (Mawapres Utama UR 2015) : Orang yang besar adalah orang yang mampu membesarkan orang lain. Maka, dengan bismillah kuyakinkan hati bahwa menjadi fasilitator sekolah Mawapres di FKIP harus maksimal dan harus professional dengan hati sendiri.

            Singkat cerita, di sela-sela kegiatan mengisi sekolah Mawapres yang bekerja sama dengan BEM FKIP Universitas Riau aku juga sudah mulai mencari judul yang akan kujadikan KTI untuk pemilihan Mawapres nanti. Kabar dari pihak fakultas belum pasti terkait kapan pelaksanaan pemilihan Mawapres tingkat fakultas. Tapi kak Elysa selalu bilang : “Persiapkan dengan matang, Dek. Mulailah lagi buat KTI nya”. Seperti biasa, tempat konsultasi favorite ku tentang KTI ialah Kak Elysa Rizka Armala (Mawapres III UR 2014). Suatu hari kupaksa ia untuk menyediakan waktu luang untukku untuk sama-sama merumuskan topik dan judul KTI yang akan kubuat. Tema pemilihan Mawapres tahun ini adalah "IPTEK dan Inovasi Untuk Daya Saing Bangsa". Mengacu pada tema nasional ini, maka aku memutuskan akan tetap mengambil sub topik yang berhubungan dengan pendidikan, sesuai dengan konsentrasi jurusanku. Setelah melakukan diskusi yang cukup alot dan beberapa kali saling merenung untuk berpikir, akhirnya dirumuskan KTI yang akan kubuat nanti berjudul “PIL (Physics, I’m in Love) ; Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Pada Siswa”. Sebenarnya ini adalah lanjutan KTI ku tahun lalu. Jika di tahun 2015 KTI ku berfokus pada teknik pembelajaran Fisika, maka di tahun ini fokusnya adalah pada media pembelajaran Fisika yang berbentuk buku. Ini juga terinspirasi dari tantangan salah satu dewan juri Mawapres universitas tahun lalu (lupa namanya siapa, duh maafkan Novi ya Pak L ) . Beliau bilang, “ Coba kamu jadikan ide kamu ini dalam bentuk buku. Karena belum banyak guru yang tahu bahwa percobaan Fisika itu bisa dibuat dalam bentuk yang sederhana seperti ide kamu”. Maka, tahun ini saran Bapak saya coba wujudkan, Pak. Bismillah..

            Setelah menemukan judul KTI, aku sedikit lega. Setidaknya aku sudah tahu arah dan tujuan untuk menulis nanti. Tapi sebelum membuat KTI, hal yang harus aku lakukan adalah membuat buku! Ya, karena KTI yang akan kubuat nanti outputnya adalah berupa buku pengayaan Fisika yang berjudul Physics, I’m In Love! Buku ini berisi tentang kumpulan percobaan sederhana Fisika yang dikemas dengan tampilan menarik dan bahasa yang ringan sehingga disukai oleh siswa. Awalnya aku gak begitu yakin apakah buku ini nantinya bakal terwujud atau tidak. Lulus sarjana aja belum, udah mau buat buku segala (pikirku). Tapi aku percaya bahwa jika ada tekad yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh insyaallah Allah Swt akan mempermudah. Aamiin.

Seiring berjalannya waktu, sudah memasuki pertengahan Maret. Buku yang direncanakan belum tersentuh juga untuk dikerjakan dikarenakan kesibukan kampus (sok sibuk sih lebih tepatnya). Kak Elysa kebetulan bulan Maret-Juni harus pergi mengabdi ke salah satu desa di Pelalawan sebagai duta desa jerebu dari Universitas Riau. Awalnya aku sempat khawatir. Kalau Kak Elys pergi, siapa yang akan membimbingku? Yang mengingatkan ini itu yang akan dipersiapkan gimana? Ah, tapi inilah saatnya aku harus belajar mandiri. Kalau terus menerus tergantung dengan orang lain kapan bisa berjalan sendiri. Semoga bisa, bismillah.

Meskipun sedang mengabdi di Pelalawan, Kak Elys ternyata masih memantauku dari jauh. Ia selalu menelfon dan menanyakan perkembangan buku dan KTI ku. Ia yang selalu mendesakku untuk segera menyelesaikan naskah buku dan mulai mengerjakan KTI. Akhirnya, di akhir Bulan Maret aku mulai menyusun naskah buku yang akan kubuat. Terbilang cukup singkat, dalam waktu kurang lebih seminggu naskah buku itu sudah siap dan aku segera mencari penerbit independen yang mau menerbitkan bukuku ini. Setelah searching publishing di internet dan konsultasi dengan beberapa senior yang pernah menerbitkan buku, akhirnya kuputuskan untuk mengajukan penerbitan bukuku ke Draft Media. Draft Media ini adalah salah satu penerbit buku independen yang berlokasi di Yogyakarta. Setelah lumayan banyak komunikasi dengan Bang Hendrizal, si owner Draft Media yang dikenalkan oleh Bang Yudi Muchtar, aku baru tau ternyata beliau adalah alumni Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau dan beliau pernah menjabat sebagai Bupati Hima Pendidikan Biologi di tahun 2012. Alhamdulillah karena beliau adalah lulusan FKIP UR, semua urusan penerbitan bukuku dengan lancar dan cepat diurus. Dalam waktu satu minggu, pembuatan cover, pendaftaran ISBN hingga pengiriman buku yang sudah terbit sudah dikirimkan ke alamatku. Aku meminta buku dicetakkan sebanyak 6 buah. Rencananya, 3 buku akan diberikan kepada dewan juri seleksi tingkat fakultas dan yang 3 lagi kalau lolos ke tingkat universitas nantinya akan diberikan kepada dewan juri di tingkat universitas.

Awalnya aku agak sedikit ragu menerbitkan buku ini. Total biaya penerbitan dan pencetakan 6 buku tersebut hampir mencapai Rp600.000. Ya, terbilang cukup mahal untuk dikeluarkan dari kantong mahasiswa yang belum berpenghasilan sendiri sepertiku. Aku  sempat berpikir : “ Ya ampun, ini kok kayaknya aku habis-habisan ya. Dari segi waktu sampai materi semuanya dikorbankan begini hanya untuk ikut Mawapres. Gimana kalau misalnya nanti gak menang? “. Pikiran semacam itu beberapa kali terlintas di pikiranku menjelang proses seleksi. Tapi, di satu sisi keyakinan pada diripun muncul : “Insyaallah apa pun yang dilakukan untuk kebaikan dan selama tidak menentang ajaran Allah Swt, insyaallah Allah Swt akan selalu membalasnya dengan kebaikan. Ingat, tujuan akhir bukanlah kemenangan semata. Serahkan semua hasil pada Allah Swt. Allah Swt tidak akan mengkhianati usaha hamba-Nya”. Bismillahirrahmanirrahiim, insyaallah ini tidak akan sia-sia.

Sehari sebelum proses seleksi di tingkat fakultas, aku harus rajin menghubungi beberapa teman-teman sekolah Mawapres FKIP yang akan ikut berkompetisi denganku pada tanggal 06 April 2016 untuk membicarakan berkas apa saja yang harus dikumpulkan. Pada awalnya pihak fakultas meminta seleksi diadakan pada tanggal 04 April 2016. Tetapi, berhubung masih banyak teman-teman yang belum merampungkan berkasnya dan mepetnya waktu seleksi, aku dan Bang Indra (Kepala Dinas Pendidikan BEM FKIP) berhasil meloby Wakil Dekan III FKIP untuk mengadakan seleksi fakultas di tanggal 06 April 2016. Oh iya, alhamdulillah di tahun 2016 ini pemilihan Mawapres tingkat fakultas diserahkan kepada BEM FKIP UR sebagai penyelenggara sedangkan fakultas hanya memfasilitasi dana dan menyiapkan dewan juri saja. Berbeda dengan tahun sebelumnya, BEM FKIP hanya diminta untuk memfasilitasi saja sehingga penyelenggaraan kegiatan pemilihan terkesan kurang siap dan seadanya saja dilaksanakan di tingkat fakultas. Perjuangan untuk mengadakan seleksi pemilihan Mawapres tingkat fakultas di tahun 2016 ini juga boleh dibilang tidak mudah. Kadis Pendidikan BEM FKIP dan aku sebagai orang yang lumayan paham tentang Mawapres harus beberapa kali bolak-balik menemui Wakil Dekan III FKIP untuk membicarakan tentang pemilihan Mawapres ini.

“ Pemilihan Mawapres ini hanya mengumpulkan berkas saja, kan?”, ucap Wakil Dekan III FKIP saat pertama kali aku menjumpai beliau untuk membicarakan pemilihan Mawapres ini.
“ Bukan Pak. Ada beberapa tahap seleksi yang harus diadakan, Pak…..”, aku berusaha menjelaskan sedetail mungkin kepada beliau tentang proses pemilihan Mawapres mulai dari tahap peniliaian hingga hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan. Ternyata beliau belum paham bagaimana proses pemilihan Mawapres. Hal ini dimaklumi, sebab FKIP baru saja melaksanakan pergantian birokrasi kampus. Jadi, Pak Mahdum yang menjabat sebagai Wakil Dekan III sekarang adalah Wakil Dekan III yang baru. Tapi untungnya, beliau terbuka dengan mahasiswa dan mau mendengarkan pendapat mahasiswa.
“ Tapi dana kita untuk pemilihan Mawapres ini tidak ada dianggarkan. Saya kira sudah dianggarkan di dalam proker BEM FKIP, ternyata tidak ada, ya?”, tanya Beliau lagi.
“ Maaf, tidak ada, Pak. Karena sebenarnya ini adalah agenda kemahasiswaan. Sedangkan BEM FKIP  hanya pihak pembantu penyelenggara, Pak”, jelasku.
“ Wah, ini saya juga baru tahu ni. Kalau memang sudah tahu dari awal dulu saya masukkan saja ini ke anggaran BEM FKIP. Karena prinsip saya semua kegiatan yang berhubungan dengan mahasiswa biarlah BEM FKIP saja yang ambil, kami pihak fakultas hanya memfasilitasi saja. Kalau begini kan kacau, mau dana  dari mana kita ambil? Di BEM FKIP tidak dianggarkan dan di kemahasiswaan pun  tidak dianggarkan. Gimana kita mau buat acara pemilihan kalau gini. Uang juri, uang konsumsi kan juga butuh nanti ”, jelas Pak Mahdum. Aku sempat pesimis mendengar ucapan si Bapak. Tapi aku berusaha meyakinkan kembali bahwa pemilihan Mawapres ini tidak akan merepotkan fakultas.
“ Pak, yang terpenting adalah kita melaksanakan seleksi, Pak. Kami hanya minta bantuan fakultas untuk menyiapkan dewan juri. Terkait masalah peserta dan pelaksanaan kegiatan, biarlah BEM FKIP yang urus semua. Masalah konsumsi jika pun tidak ada tidak apa-apa. Yang penting ada peserta dan ada dewan juri. Itu saja cukup, Pak”, aku kembali meyakinkan Pak Mahdum.
Cukup lama proses loby berlangsung dalam waktu beberapa hari akhirnya beliau setuju dan tanggal 06 April 2016 pelaksanaan pemilihan Mawapres tingkat FKIP berlangsung.

             Pada proses pemilihan Mawapres tingkat FKIP ini, ada 3 orang dewan juri. Pak Nur Islami dari Jurusan Pendidikan MIPA, beliau adalah salah satu dosenku juga di Prodi Pendidikan Fisika yang trade record nya di bidang penelitian dan penulisan tidak usah diragukan lagi. Beliau sering menjadi narasumber dalam beberapa kegiatan international di berbagai negara dan beliau juga merupakan salah satu reviewer jurnal di Scopus. Yang kedua adalah Pak Gusnardi, beliau merupakan dosen dari Prodi Pendidikan Ekonomi yang dulu juga pernah menjadi dewan juri pemilihan Mawapres FKIP di tahun 2015. Yang ketiga, Pak Daniel yang merupakan dosen Pendidikan Bahasa Inggris dan merupakan dewan juri tetap di FKIP untuk pemlihan Mawapres di FKIP. Begitu melihat tiga orang dewan juri yang luar biasa ini, jujur gugup tidak henti-hentinya aku rasakan. Hingga akhirnya aku maju dengan nomor undian 3 untuk mempresentasikan hasil KTI ku.

            10 menit berlalu, aku telah mempresentasikan KTI ku dengan kalimat pembukaan Bahasa Jepang yang aku dapatkan hasil dari kusus dasar Bahasa Jepang selama satu bulan di Tomodachi dan penyampaian isi dengan menggunakan Bahasa Inggris. Tibalah sesi tanya jawab dengan dewan juri. Satu per satu tanggapan dan pertanyaan dewan juri kucoba untuk menjawabnya dengan baik.
“ Your presentation is very interesting. But, there are some corrections . . . .
Buku kamu ini covernya kok kayak cover buku Kimia? Menurut saya ini tidak cocok untuk cover sebuah buku Fisika. Saran saya, untuk cetakan berikutnya kamu coba ganti dengan cover yang lebih mencerminkan unsur Fisika” – Nur Islami, Ph.D.
“ Tengku, kamu ini yang ikut tahun lalu, kan? Saya apresiasi kamu bisa membuat buku seperti ini meskipun masih sangat sederhana. Tidak semua mahasiswa mau melakukan hal ini. Saya tidak akan memberikan pertanyaan, saya hanya akan memberikan saran. Saya lihat kamu sangat bersemangat sekali memberdayakan pendidikan di bidang Fisika. Setelah S1 ini, silahkan kamu cari beasiswa di luar Riau. Jangan lanjutkan kuliah di UR, ya. Karena dunia luar sudah menanti orang seperti kamu untuk lebih mengembangkan sayapnya. Jangan berhenti sampai di sini, ya. Carilah ilmu di dunia luar sana, pasti potensimu akan jauh lebih banyak berkembang. Saya tunggu kamu kembali untuk mengabdi menjadi dosen di UR ini setelah menempuh pendidikan di luar” – Gusnardi.
“ Tengku, I know you from last year. Your english is very well even though you are not an English student. Last year, you also create an idea to improve Physics Education. So, what is the different between your idea in last year with this idea?” – Daniel.

Satu per satu tanggapan dan pertanyaan dari dewan juri kutanggapi dengan baik. Aku tidak menyangka bahwa pertanyaan dewan juri akan seperti ini. Rata-rata ketiga dewan juri tersebut memberikan apresiasi dan mensupportku, terlebih Pak Gusnardi. Kalimat Pak Gusnardi semacam sebuah suntikan yang membuat diriku lebih bersemangat untuk meneruskan cita-cita berjalan ke depan. Aku sangat kagum pada tiga dewan juri ini. Selain mereka cerdas, mereka juga memberikan dukungan dan support serta saran perbaikan terhadap karya-karya yang dipresentasikan oleh peserta. Ah, memang pihak fakultas tidak salah dalam memilih dewan juri.



Proses seleksi berlangsung hingga pukul 12.30 WIB. Setelah ISHOMA, tibalah pengumuman hasil seleksi Mawapres FKIP pukul 13.30 WIB. Alhamdulillah, namaku kembali terpanggil sebagai juara 1 seperti tahun lalu dan berhak mewakili FKIP ke tingkat universitas.  Semoga ini adalah awal langkah yang baik untuk mencapai hasil lebih baik lagi dari tahun kemarin di tingkat universitas. Berbeda dari tahun sebelumnya, tahun ini ada reward dari pihak dekanat untuk juara 1 dan 2. Selempang dan uang senilai Rp600.000. Alhamdulillah, hadiah ini balik modal pembuatan buku kemarin. Aku hanya tersenyum saat menerima hadiah dari asisten Wakil Dekan III. Di dalam hati gemetar dan senang hati bukan main, dalam hati aku berucap : “Alhamdulillah, memang Engkau tidak pernah mengecewakan hamba-Mu ya Rabb. Hasil akan selalu berbanding lurus dengan usaha, dan kebaikan memang selalu engkau balas dengan kebaikan”.

“ Udah dua kali juara 1 di FKIP, haa tak menang juge di universitas mundur ajalah kau lagi. Malu kalau tak menang juga lagi di tingkat universitas!”, ucap Romi Kurniadi, Mawapres II FKIP tahun lalu dan senior yang kukenal sejak masih SMA. Beliau memang selalu mengucapkan hal-hal demikian, terkesan seperti meng-kata-i, tapi aku tahu itu adalah salah satu suntikan semangat.

            Setelah pemilihan Mawapres di FKIP, seperti biasa teman-temanku mengucapkan selamat. Tapi euforianya tidak seperti tahun lalu, sebab mereka beranggapan menang di tingkat fakultas sudah biasa.
“ Novi menang di di fakultas ndak usah diucapin selamat lagi ya woy, biasa aja. Kalau dah jadi Mawapres 1 UR baru mantap”
“ Dua kali ikut Mawapres kalau tak menang juga balik kampong aja lah lagi, Ve!”

Beberapa ucapan senada selalu diucapkan teman-teman di kampus menjelang prosesi pemilihan Mawapres tingkat Universitas. Aku hanya menanggapinya dengan tertawa dan senyum, tapi aku sadar bahwa beban moril di tahun ini memang jauh lebih berat dari tahun sebelumnya. Ucapan orang-orang di sekitarku adalah tantangan tersendiri bagiku untuk membuktikan bahwa aku harus bisa mendapatkan hasil lebih baik lagi di tahun ini dan tidak boleh mengecewakan mereka.

(*Bersambung)



3 komentar:

  1. Kk Novi kisahnya menginspirasi bgt. Ternyata banyak bgt tantangan kk untuk bisa menjadi mawapres 1 UR. Jujur saya merinding baca cerita kk. Betapa luar biasa dan adilnya Allah. Semangst terus kk ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo, adik! Makasih udah mau baca ya hehee.. Insyaallah selalu semangat. Tetap semangat kembali buat adik :)

      Hapus

Silahkan tinggalkan komentar..