Jumat, 17 April 2015

Dari Bumi Raflesia Untuk Indonesia


“ Dek, nanti sore kalian berangkat, ya. Tiket nanti dipesan sama Solihin”
“ Emang uang dari fakultas udah cair, Bang?”, tanyaku. Aku tahu betul uang dari fakultas sangat susah cairnya. Padahal kami berangkat juga untuk kepentingan kampus.
“ Belum. Tapi kalian pakai uang abang aja dulu. Abang ada tabungan satu juta. Pakai aja ini untuk ongkos kalian”
“ Nah, terus nanti kami pulangnya gimana? Uang pendaftaran di sana gimana? Biaya makan di sana gimana?” Pertanyaan bertubi-tubi kulontarkan ke Bang Rais, wakil gubernur mahasiswa FKIP. Sebab, kami yang direncanakan akan berangkat belum ada satu pun yang pernah ke Bumi Raflesia itu. Jadi, wajarlah jika ada banyak kekhawatiranku yang muncul.
Melihat pertanyaanku yang berjibun, ia dengan sabar dan tenang menjawab.
“ Udah, jangan pikirkan yang lain-lain dulu. Yang penting kalian berangkat aja. Masalah makan semua ditanggung panitia di sana. Masalah biaya pendaftaran, udah Abang koordinasikan dengan panitia di sana. Masalah ongkos pulang...”.  Ia menghela nafas sebentar. “ Kalian harus menang. Jadi kalau kalian menang nanti hadiahnya bisa jadi untuk ongkos pulang”
Aku sontak kaget. “ Lho, jadi kalau gak menang gimana?”
“ Ya, udah. Kalian gak usah pulang. Jadi orang Bengkulu aja di sana. Tunggu sampai Abang kirimkan uang, ya ”,ujarnya sambil tertawa.
Aku yang mendengar ucapannya hanya bisa geleng-geleng kepala. Antara optimis dan tidak untuk berangkat. Persiapan belum matang, bahkan sama sekali belum ada cari bahan informasi. Ya, walau pun debat adalah salah satu bidang lomba yang tidak asing aku ikuti. Tapi, tetap saja yang namanya sebuah perlombaan harus memiliki persiapan yang matang. Tapi, melihat sikap optimis dan semangat dari wagubma FKIP, dengan modal nekad akhirnya kami berempat putuskan untuk berangkat menuju Bumi Raflesia sore nanti.
***
Kita berangkat jam empat sore nanti.
Kumpul di sekre BEM FKIP jam tiga.
Jangan telat!
Demikian bunyi sms dari sekretaris umum BEM FKIP. Namanya Solihin. Di kampus, ia biasa disapa dengan Pak Sol. Entah karena wajahnya yang ketuaan atau wajahnya terlalu ke-bapakan, yang jelas ia pun selalu menyebut dirinya dengan sebutan Pak Sol. Ia adalah salah satu rekan tim debatku yang juga akan berangkat sore ini ke Bengkulu.