Jumat, 11 September 2015

Melunasi Janji ke Tanah Deli


Ini tentang perjalanan yang sangat berkesan. Tentang sebuah janji yang dilunaskan…
***
            Dulu banyak rekan kerabat atau sahabat yang selalu bertanya, “Novi kapan main ke Medan?”. Aku hanya bisa tersenyum dan menjawab, “Do’akan segera, ya” . Maka, beberapa waktu yang lalu berhasil kutunaikan sebuah ucapan. Bukan sengaja untuk pergi berlibur, tapi untuk berkompetisi membawa amanah dari provinsi. Barangkali sambil wisata budaya untuk mendapatkan beberapa pelajaran di sana. Hehee.  
            Alhamdulillah tahun ini aku diamanahkan untuk menjadi salah satu delegasi Riau dalam lomba debat Pekan Bahasa se-Sumatera 2015. Sebelumnya, di tahun 2014 aku juga mengikuti ajang yang sama tetapi dalam cabang lomba yang berbeda. Masih ingat dengan tulisan ini http://tengkunoveniayahya.blogspot.co.id/2014/11/cerita-di-negeri-gurindam.html ? Ya, di bagian akhir dalam tulisan tersebut aku bertekad untuk bisa menjadi delegasi Riau kembali dalam Pekan Bahasa Sumatera. Sebab, saat tahun 2014 lalu masih ada rasa tidak puas dengan hasil yang aku dapatkan ketika mewakili Riau di cabang lomba pidato. Aku merasa masih harus melunasi hutang untuk bisa mengharumkan nama Riau. Jika tahun ini cabang lomba pidato hanya dikhususkan untuk siswa SMA, maka Allah Swt memilihkan cabang lomba debat sebagai jalanku untuk bisa melunasi tekad kembali membawa nama Riau.
            Ini semua berawal dari sebuah dendam. Dendam atas kekalahanku saat lomba debat mahasiswa dalam Pekan Bahasa Riau 2014 yang lalu. Saat itu aku bersama rekanku Kak Romi dan Kak Elysa kalah di babak penyisihan. Setahun berikutnya aku bersama rekanku Kak Romi dan Joni berhasil balas dendam dengan merebut juara 1 Debat Mahasiswa dalam Pekan Bahasa Riau 2015. Sayangnya, yang berhak menjadi delegasi Riau untuk maju ke tingkat regional Sumatera bukan tim juara 1, melainkan pembicara terbaik 1,2 dan 3. Alhamdulillah namaku dipercaya sebagai pembicara terbaik 1 dan berhak mewakili Riau di tingkat regional yang diadakan di Medan.
            Perjalanan ke Medan dimulai tanggal 22 Agustus 2015. Kali ini, aku bersama kontingen Riau yang terdiri dari peserta masing-masing cabang lomba dan ibu bapak pendamping dari Balai Bahasa Provinsi Riau harus menempuh perjalanan darat menggunakan bus selama kurang lebih 20 jam. Mungkin dikarenakan jumlah kontingen Riau yang banyak dan Medan masih bisa dijangkau melalui darat, maka bus menjadi transportasi yang mengantarkan kami ke Kota Deli tersebut.
            Tiba di Medan pada hari Minggu siang, sekitar pukul 13.00 WIB. Hotel Inna Dharma Deli Medan menjadi pusat kegiatan Pekan Bahasa Sumatera 2015 sekaligus tempat seluruh peserta menginap. Pertama kali melihat hotel ini aku sempat berpikir,”Waah kayaknya hotel tua”. Bangunannya tinggi menjulang seperti gedung pencakar langit lainnya, jauh berbeda jika dibandingkan dengan Grand Aston yang tepat berada di sampingnya. Aku langsung ingat setahun yang lalu di Hotel Aston saat di Tanjung Pinang, ternyata di Medan juga ada Aston. Hehee ..
            Acara pembukaan dilaksanakan Hari Senin, 24 September 2015 dan dimulai pukul 09.00-10.00 WIB. Kemudian dilanjutkan dnegan seminar kebahasaan dan kesastraan. Ya, agendanya hampir serupa dengan setahun yang lalu. Kendati demikian, tetap seminar ini mampu menggugah rasa ingin tahuku tentang bahasa, sastra dan budaya bangsa Indonesia. Terlebih ketika pemateri seminar memperlihatkan beberapa bentuk sastra lisan yang ada di Indonesia. Aku sempat merinding karena decak kagum atas keunikan ragam budaya Indonesia. Ini salah satu bagian yang aku suka, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan semacam ini membuat diri semakin sadar betapa beruntungnya menjadi bagian dari Indonesia.

            Saat acara pembukaan, Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara juga sempat memaparkan bahwa Hotel Inna Dharma Deli memang merupakan hotel tertua di Medan. Hotel ini menyimpan sejarah yang cukup panjang tentang perjuangan pendiri bangsa untuk memperjuangkan Indonesia di zaman penjajahan. Dikatakan pula bahwa hotel ini juga merupakan saksi bisu bahwa salah seorang tokoh bangsa yaitu Sutan Syahrir yang juga merupakan tokoh penting dalam perkembangan Bahasa Indonesia pernah mengamen di sini. Letak hotel ini juga sangat strategis, tepat di titik 0 km Kota Medan. Di depannya terdapat Merdeka City Walk dan Kantor Pos dengan bangunan belanda yang merupakan bangunan tua di kota ini.
            Usai seminar, perlombaan pembawa acara dan pidato berlangsung. Nah, untuk lomba debat baru akan dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus. Jadi, aku dan dua rekan debatku masih punya waktu lebih kurang dua hari untuk mempersiapkan diri. Berhubung bagian lomba debat belum dimulai, aku dan Fitri mencuri-curi kesempatan untuk menjelajahi Kota Medan. Hahhaa, sayang dong kalau udah sampai di Medan tapi cuma diam di hotel doing ya kan :D Kebetulan Eva Susanti, temanku yang dulu ketemunya waktu PEKSIMINAS XII di Palangkaraya adalah orang Medan. Beliau juga sudah lama sejak kenal selalu memintaku untuk main ke kotanya. Maka, ini adalah saat yang tepat untuk menghabiskan waktu bersama beliau. Hhehe..
            Eva dan temannya Kak Riska mengajakku aku dan rekanku untuk berkeliling di sekitar titik 0 km Medan. Dimulai dari menyusuri Kesawan(tempat-tempat tua di kota Medan), rumah sejarah Tjong A Fie(orang terkaya di Medan), titik gantung, stasiun kereta api dan Lapangan Merdeka. Sepanjang kami berjalan pun Kak Riska menceritakan sejarah tiap bangunan yang kami lewati. Aku berasa jadi tourist yang dapat tour guide gratis. Wkwkwk.. Perjalanan sore itu membuatku kagum dengan Kota Medan. Ternyata, kota metropolitan kedua Indonesia ini menyimpan banyak sejarah tentang bangsa Indonesia.
            Esoknya, 25 Februari 2015 berlangsung perlombaan cerdas cermat. Dikarenakan aku dan timku latihan debat saat malam hari, maka pagi hingga sore kami manfaatkan untuk kembali berkeliling Medan. Nah, kali ini giliran Garin dan Tulang Budi yang menjadi tour guide untuk berkeliling Kota Medan. Wkwkwk.. Sebelumnya mereka udah selalu juga ngajakin main ke Medan. Maka, kali ini adalah saat yang tepat juga untuk melunasi janji. Dengan menggunakan dua sepeda motor, kami berempat(aku, Fitri, Garin dan Tulang Budi) memulai perjalanan. Rute pertama ialah USU. Ternyata kampus ini cukup luas. Aku teringat dulu almarhum papa sempat menyuruhku untuk berkuliah di sini. Tapi karena tidak dapat izin dari mama dan pertimbangan jurusan yang diambil, maka Universitas Riau lah tempatku menimba ilmu hingga sekarang :D Usai dari USU kami ke Mesjid Raya Medan. Mesjidnya cukup bagus, namun tidak sebagus Islamic Center Rokan Hulu :D Kemudian, dilanjutkan dengan ke Istana Maimoon. Istana ini mirip dengan istana Siak, namun lebih besar istana Siak. Tapi, yang unik dari istana ini ialah di depannya ada peninggalan sejarah Meriam Puntung yang punya cerita cukup unik. Dan rute terakhir ialah silaturahmi ke rumah neneknya Garin yang letaknya tidak jauh dari Hotel Inna Dharma Deli.
            Esok harinya, 26 Agustus 2015 adalah hari yang sebenarnya bagiku. Hari ini seluruh tenaga dan pikiran dikerahkan untuk membawa nama Riau. Yap, perlombaan debat dimulai! Sistem debat yang digunakan adalah sistem point, artinya setelah satu kali babak penyisihan maka diambil empat tim dengan point tertinggi untuk melaju ke babak semifinal. Di babak penyisihan, Riau VS Kepulauan Riau dengan mossi “ Masyarakat Modern Tidak Perlu Belajar Bahasa Daerah”. Saat itu Riau mendapat posisi sebagai tim kontra. Setelah diumumkan, Alhamdulillah Riau berhasil meraih point tertinggi dan berhak melaju ke babak semifinal.
            Di babak semifinal Riau vs Sumut dengan mossi perdebatan “ Memfilmkan Karya Sastra Menguntungkan atau Merugikan Karya Sastra”. Kami dari Riau mendapat posisi pro, yakni setuju apabila memfilmkan karya sastra akan menguntungkan karya sastra tersebut. Nah, di sini letak kekecewaan mulai hadir. Usai semifinal, diumumkan bahwa Riau hanya mendapat peringkat 3. Di satu sisi aku kecewa, karena pada awalnya optimis kalau Riau bakal dapat posisi 1 atau 2 buat melaju ke final. Rasa kesal itu kian bertambah saat penonton pun berkata demikian. Bahkan pembina dari Balai Bahasa Provinsi Lampung usai pengumuman langsung datang dan bilang :
 “ Nak, yang sabar ya. Semua orang prediksinya kalian dapat posisi 1 atau 2, lho. Bahkan Bapak sendiri takut kalau Lampung di final ketemunya sama kalian. Karena prediksinya kalian yang maju ke posisi 1 atau 2 di final. Riau selalu di hati kami. Tetap semangat dan jangan kecil hati,ya!”
            Usai mendengar komentar serupa dari berbagai pihak hati serasa runtuh. Sedih, kesal campur aduk dengan rasa kecewa. Tapia pa boleh buat lagi. Dewan juri mutlak punya kuasa penuh. Mungkin memang ini yang terbaik. Akhirnya di final Riau kembali melawan Kepulauan Riau untuk memperebutkan juara 3 dengan mossi perdebatan “ Media Sosial Sebagai Pengembangan Bahasa Indonesia” dan kita dari Riau mendapatkan posisi kontra.
            Malam harinya, acara penutupan dilangsungkan. Aku tidak terlalu banyak berharap lagi saat mendengar pengumuman. Takut kecewa lagi. Apapun hasilnya, pasti inilah yang terbaik. Daaaaan, akhirnya Riau dinyatakan sebagai juara 3. Kulihat raut wajah Fitri dan Yudi, biasa saja. Aku tahu bahwa mereka pun masih kecewa dengan hasil di semifinal tadi. Tapi dengan mantap kami bertiga tetap maju ke depan untuk menerima piala. Alhamdulillah untuk tahun ini Riau berhasil membawa pulang beberapa piala, yaitu :
·         Juara 3 Debat Bahasa Mahasiswa
·         Juara 1 Fragmen Duta Bahasa
·         Juara 2 Lomba Pembawa Acara
·         Juara 2 Lomba Cerdas Cermat tingkat SLTA
Jum’at, 27 Agustus 2015 adalah hari terakhir Pekan Bahasa Sumatera 2015. Usai penutupan semalam, panitia mengajak seluruh peserta field trip ke Danau Toba. Perjalanan dilakukan menggunakan bus. Kontingen Riau kebetulan satu bus dengan kontingen Sumatera Utara. Usai menempuh perjalanan sekitar 5 jam, tibalah kami di danau terbesar di Asia Tenggara ini. Sugoi! I don’t know what should I say! Danau Toba ini begitu indah. Hamparan airnya yang hijau membentang luas dikelilingi dengan pulau-pulau serta dihiasi dengan kebudayaan masyarakat sekitar yang masih sangat kental.
Kami langsung melanjutkan perjalanan ke Pulau Samosir. Perjalanan menggunakan kapal ditempuh sekitar 45 menit. Sepanjang perjalanan aku tak berhenti kagum atas karya Yang Maha Kuasa ini. Indah! Lukisan-Nya memang sangat indah. Maka, berfoto sepanjang perjalanan adalah hal yang tidak akan terlewatkan untuk mengabadikan tempat yang indah ini.
Tiba di Samosir, tulisan “ Selamat datang di Tomok, Pulau Samosir. Horas!” telah menyambut kedatangan kami di gerbang. Langsung panitia mengajak melanjutkan perjalanan di Pulau ini untuk menikmati kebudayaan setempat. Tarian si Gale-gale ialah tujuan pertama kami. Kami diajak untuk ber tor tor bersama boneka si Gale-gale dipandu oleh tour guide setempat. Beliau awalnya menceritakan bagaimana kisah tarian ini hingga tarian ini masih kental menjadi salah satu mistik kepercayaan masyarakat setempat.
Usai ber tor-tor, kami melanjutkan perjalanan ke makam Raja Sidabutar. Konon, kata tour guide di sini Raja Sidabutar ini merupakan raja yang dulu pernah berkuasa di Samosir dan memiliki pengaruh yang kuat di tempat ini. Panjang lebar penjelasan oleh pemandu wisata membuatku semakin sadar akan kayanya budaya Indonesia. Kebudayaan masyarakat batak sangat kental, segala aturan adat yang telah diturunkan nenek moyang mereka dijunjung tinggi.
Sayangnya, waktu untuk menjelajahi Tomok hanya sekitar 2 jam. Pukul 14.45 kami smeua harus sudah kembali ke kapal. Untuk berbelanja di sini pun terburu-buru. Kata Eva dan Kak Riska, kalau berbelanja di sini harus menggunakan bahasa batak atau dialeg batak supaya harga yang ditawarkan tidak mahal. Untungnya aku ada darah mandailing, hehee. Jadi sedikit bisa berbahasa batak dan berdialeg batak. Alhamdulillah saat berbelanja aku bisa nego dengan harga yang cukup murah jika dibandingkan teman-teman yang lain. Bangga sama mama yang telah menurunkan darah mandailing ke anaknya ini. Wkwkwk …
Pukul 3 sore kami kembali ke Parapat, meninggalkan Samosir yang penuh kebudayaan. Tiba di Parapat, usai sholat ashar seluruh kontingen kembali menuju Kota Medan. Berbeda dengan yang lainnya, kontingen Riau langsung transit bus di Siantar untuk kembali ke Riau. Sementara kontingen yang lain masih kembali ke hotel dan baru akan kembali ke daerah masing-masing keesokan harinya. Aku baru menyadari bahwa telah tiba di penghujung, bagian yang paling menyakitkan yakni perpisahan. Baru kemarin rasanya sampai di Medan, ternyata sudah harus balik lagi ke Riau. Belum puas rasanya menggali ilmu banyak di sini, tapi segera pulang kembali ke Riau adalah tuntutan.
***
Haaaah, ternyata aku udah cerita panjang lebar sejauh ini ya.. -___- Hahhahaa.. Padahal belum tiap detail kejadiannya diceritakan,lho :D Tapi yasudahlah, semua cerita detailnya akan selalu tersimpan di memori hati dan otak dalam perjalanan hidup seorang gadis yang selalu dan selalu ingin menjelajahi tempat di Indonesia ini. Hehee..
Entah harus apalagi yang aku katakan untuk Dzat yang selalu memberikanku anugrah, Allah Swt. DIA telah mengizinkanku untuk melunasi janji ke Medan di tahun ini. DIA telah mengizinkanku menikmati keindahan ciptaan-Nya di tempat lain. DIA telah mengizinkanku mendapatkan berbagai pelajaran dari event ini. Dan DIA telah memberiku keluarga baru sejak setahun yang lalu, keluarga dari Balai Bahasa Provinsi Riau :’)
Medan, beberapa janji dan hutang telah kulunaskan di sana. Meski mungkin belum tertunai dengan sempurna.  Pesona Sumatera Utara berhasil menarik perhatianku, membuat diri ini masih berniat suatu saat akan kembali lagi ke sana. Semoga ada kesempatan lagi. Aamiin..
Terimakasih syukur tak hingga hanya kepada Allah Swt, penulis cerita yang sempurna. Untuk mama yang selalu mendo’akan bungsunya, kasih sayang dan do’a mama entah dengan apa harus Novi balas :”) Untuk semua keluarga, sahabat, Bidar, PEFSI 13, rekan dan nama yang tak tertulis satu persatu di sini, terimakasih telah selalu menjadi bagian yang mendo’akan dan mendukung Novi untuk terus berbuat dan berkarya lebih baik lagi. Untuk Bapak Ibu pendampig Balai Bahasa Provinsi Riau dan kontingen Riau terimakasih atas bimbingan dan kehangatan kekeluargaan yang telah kita rajut. Semoga ukhuwah sampai surga,aamiin.
Kapok dengan juara 3? Tidak! Justru lebih bersemangat untuk terus dan terus intropeksi dan memperbaiki kualitas diri lagi. Tahun depan Pekan Bahasa 2016 di Aceh. Semoga Riau tidak kapok dan bosan dengan gadis yang penuh mimpi ini. Semoga kembali bisa hadir tahun depan dalam event yang sama dan di tempat yang berbeda. Aamiin..
Fabiayyialaairabbikumatukadzibaan.. :”)

Here are some of our moments ^.^

Suasana sebelum berangkat menuju Medan ^^

Suasana bus saat berangkat

Hotel Inna Dharma Deli ^^

Berasa kayak di luar negeri, padahal cuma di depan hotel :D

Rumah Tjong A Fie

Ini salah satu gedung tua di Medan 


Bersama Kak Riska, salah satu vionilist Medan 

We fight and laugh together^^

Icon nya USU ^^

Mesjid Raya Medan ^^

Di depan Tugu Meriam Puntung

Ini dia yang namanya Meriam Puntung :D

Lupa ini Sultan Deli yang entah ke berapa :D 

Kepulauan Riau vs Riau

Ini Mbak Wiwik perwakilan Riau dalam lomba Pewara

Ini adik-adik SMA N Plus Prov.Riau yang ikut lomba CC

Lagi break time ini ceritanya :D

When we were on debating ^^

Ini Duta Bahasa perwakilan Riau dalam Lomba Fragmen ^^

Bersama Duta Bahasa Riau :D

Closing ceremony ^^

Bersama juara 1 debat yang dari Lampung ^^

This is my team! ^^

Inilah pemenang debat Pekan Bahasa Sumatera 2015 ^^

Love it much much!

Fabiayyialaairabbikumatukadzibaaan :')

Ada silaturahmi yang terajut dalam event ini ^^

Inilah kita Kontingen Riau yang paling rusuh malam penutupan dan field trip :")


1 komentar:

Silahkan tinggalkan komentar..