Senin, 10 Agustus 2015

Kenapa Harus Fisika?


Novi, kenapa kok ngambil jurusan Pendidikan Fisika?
Kok gak ngambil jurusan sastra atau bahasa aja,Nov? Kan basicnya Novi di situ.
Nov, kok gak ngambil ilmu komunikasi aja? Kan suka debat. Bagusan masuk ilkom. Atau ambil jurusan hukum.
Kenapa gak ambil jurusan HI aja,Nov? Atau sastra Inggris supaya bahasa Inggrisnya lebih terasah.
Novi ni kalau ada lomba-lomba debat atau lomba seni cepat nyerobotnya. Coba aja kalau lomba yang berhubungan sama Fisika, pasti jarang ikut!
. . . . .
            Beberapa pertanyaan dan kalimat di atas sudah biasa terdengar di telingaku. Tidak jarang orang-orang bertanya dan berkata demikian. Bahkan orang yang baru mengenaliku pun tak jarang bertanya seperti itu. Saat mengikuti beberapa kali lomba seni dan sastra tak jarang peserta lain terkejut ketika mereka bertanya aku dari jurusan apa dan aku menjawab dengan mantap “Pendidikan Fisika”!
            Baiklah, melalui tulisan ini aku akan menjelaskan kenapa aku mengambil program studi Pendidikan Fisika sebagai pilihan untuk melanjutkan studi setelah tamat dari SMA. Dari awal aku menegaskan bahwa aku tidak salah ambil jurusan. Percayalah, jurusan ini murni pilihanku sendiri tanpa ada paksaan dari siapapun. Bahkan ketika mendaftar SNMPTN pun Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau adalah pilihan pertamaku. Menyusul Fisika FMIPA Universitas Riau menjadi pilihan kedua. Alhamdulillah, Allah Swt meletakkanku di pilihan yang pertama J
Memang tidak dapat dipungkiri, sejak kecil bakatku adalah di dunia seni dan sastra. Saat masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak aku termasuk kategori murid yang tidak pernah absen mengikuti tari. Saat duduk di bangku Sekolah Dasar pun lomba yang sering kuikuti ialah lomba mewarnai, tari, bercerita, baca puisi. Beberapa prestasi di bidang seni dan sastra pun pernah Allah berikan sejak di bangku SD, hingga saat ini. Alhamdulillah.
            Menyukai dunia seni dan sastra bukan berarti aku tidak menyukai jurusan yang kini aku jalani. Ya, Fisika. Sebenarnya sejak SD pun aku sudah memiliki ketertarikan dengan Sains. Cuma entah kenapa saat SD bakat Sainsku tidak dikembangkan melalui perlombaan seperti seni dan sastra. Mungkin dikarenakan keterbatasan fasilitas sekolah dan guru di sekolah. Tapi, ketika duduk di bangku SMP alhamdulillah guru Fisikaku mengembangkannya dengan mendaftarkanku mengikuti olimpiade Fisika. Waktu SMA pun aku pernah beberapa kali mengikuti Olimpiade Fisika. Ya walau pun prestasinya tidak seberapa, setidaknya aku pernah mencoba dan pernah mencicipi beberapa kompetisi Sains.
Lantas kenapa sekarang mengambil konsentrasi Pendidikan Fisika? Sejak kecil aku sudah tertarik dengan dunia keguruan. Melihat mama yang setiap harinya mengajar di Sekolah Dasar membuatku ingin seperti dia, menjadi tenaga pendidik yang mampu mencerdaskan anak bangsa.Ketertarikanku di dunia pendidikan semakin kuat saat di bangku SMA. Sering mengikuti perlombaan debat membuatku semakin tahu bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat harus diperhatikan dan banyak yang harus dibenahi. Maka, tekadku ialah aku ingin sekali bekerja di dunia pendidikan, membenahi pendidikan Indonesia membantu para pahlawan tanpa tanda jasa lainnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebab, tak dapat dielak bahwa pendidikan merupakan faktor utama yang menentukan maju mundurnya suatu bangsa.
Setelah memutuskan akan mengambil kuliah di konsentrasi ilmu keguruan, aku mulai mencari tahu program studi apa yang cocok dengan minatku. Setelah mempertimbangkan beberapa hal, aku memutuskan untuk mengambil konsentrasi Pendidikan Fisika. Alasannya sudah dipikirkan matang-matang. Tenaga pendidik Fisika di tempatku masih tergolong minim. Ini aku rasakan ketika aku masih SMA yang susah mencari dosen Fisika professional yang benar-benar bisa membimbingku dalam olimpiade Fisika. Alhasil, anak-anak yang punya minat di bidang Fisika agak kesulitan mengembangkan potensinya seperti anak-anak di kota. Padahal, potensi anak-anak di kabupatenku ini lumayan bagus dan akan lebih bagus jika dibimbing secara intensif oleh pakarnya.
            Lagi pula, jika aku mengambil konsentrasi seni dan sastra maka ketertarikanku di bidang sains tidak bisa aku kembangkan. Mana mungkin ketika aku mengambil perkuliahan jurusan bahasa dan sastra lalu aku mengambil kursus Fisika. Sementara, jika aku mengambil jurusan Pendidikan Fisika aku masih bisa belajar seni dan sastra secara otodidak atau dengan mengikuti sanggar di kampus. Sebab, seni dan sastra bisa dilatih melalui kepekaan perasaan yang diasah secara terus menerus tanpa harus memasuki kelas perkuliahan seperti Fisika. Alhamdulillah hingga kini sudah duduk di bangku kuliah semester 5 pun aku berhasil seperti yang aku inginkan, yakni kuliah di Pendidikan Fisika tetapi tetap mencintai dunia seni dan sastra. Yap, hingga kini seni, bahasa dan sastra masih setia menemani langkahku. Bahkan seni, bahasa dan sastra lah yang telah mengantarkan langkah kaki ini terbang ke beberapa dataran Indonesia di luar Riau.
            Lantas, kenapa tidak mengikuti olimpiade Fisika atau lomba sains di bangku kuliah? Bukan tidak pernah mengikuti. Aku pernah mengikuti olimpiade sains sejenis Fisika di tingkat kampus, tapi hasilnya ya begitulah, tidak memuaskan. Aku pun menyadari bahwa untuk menjadi jawara di lomba bidang Fisika bukanlah hal yang mudah. Butuh latihan yang sering dan hanya fokus pada konsentrasi Fisika saja. Hal ini tak dapat disangkal. Lihatlah, para jawara Fisika pasti hanya fokus pada Fisika saja tanpa melirik ke bidang lain. Pun kalau misalnya melirik ke bidang lain tidak jauh-jauh dari dunia Sains. Kenapa? Karena ya memang seperti itulah tuntutannya.
            Soal-soal yang diujikan di olimpiade Fisika itu bukanlah soal harian yang dipelajari di kampus. Jauh berkali-kali lipat membutuhkan analisa yang tinggi. Untuk menyelesaikan soal dari dosen saja sudah membutuhkan analisa yang cukup tinggi, apalagi soal-soal olimpiade. Kalau kata temanku sih soal-soal olimpiade itu makanannya professor. Itulah sebabnya mengapa jika ingin memang menjadi jawara olimpiade Fisika maka harus benar-benar fokus pada Fisika saja. Nah sedangkan aku? Aku memang mencintai Fisika, tapi aku bukan tipikal orang yang bisa melulu fokus pada otak kiri setiap harinya menyelesaikan soal-soal Fisika. Aku lebih senang membaca hal-hal yang berhubungan dengan fenomena-fenomena sekitar yang menerapkan teori dan hukum Fisika. Bisa stress kalau setiap hari hanya berkutat dengan soal hitung-hitungan. Maka, aku menyeimbanginya dengan seni dan sastra.
            Tapi percayalah, jauh di lubuk hati yang paling dalam (agak lebay dikit) aku sangat ingin sekali menjadi bagian dari para jawara Fisika. Jika mungkin aku belum mampu menaklukkan soal-soal tertulis yang kebanyakan membutuhkan analisa penurunan rumus, maka aku mulai mencari peluang di bidang karya tulis ilmiahnya. Namun, sayangnya kompetisi di bidang sains masih sangat minim untuk tingkat mahasiswa. Kompetisi sains rutin tahunan hanyalah seperti OSN pertamina atau ON MIPA dari pemerintah. Selebihnya event-event tertentu yang diadakan oleh mahasiswa sains, itu pun frekuensinya masih sangat minim. Maka, wajarlah jika aku pernah menyebutkan bahwa peluang untuk eksis di kompetisi seni, bahasa dan sastra jauh lebih besar. Sebab, jika dilihat dari frekuensi kegiatannya pun jauh lebih banyak kompetisi seni atau pun sastra.
            Baik, kembali awal tadi, Fisika. Mungkin jika mendengar kata Fisika yang terbayang di benak kebanyakan orang ialah soal-soal hitungan seperti olimpiade yang aku ceritakan di atas. Padahal, Fisika bukanlah melulu tentang hitung-hitungan, meskipun matematika ialah bagian yang memang cukup dominan di dunia Fisika. Namun, jika mau memandang lebih luas lagi maka ada sisi keindahan Fisika yang akan kau temukan. Apa itu? Seni. Ya, seni! Seni mempelajari tentang perilaku alam. Seni yang mampu menggerakkan perasaan jiwa manusia untuk lebih dekat mencintai karya-karya Sang Pencipta. Bukan hanya sekedar tentang rumus F=m.a atau v=s/t. Tapi yang lebih indah dari itu ialah apa yang menyebabkan benda itu memiliki gravitasi? Apa yang menyebabkan benda itu bisa bergerak? Di sini lah sebenarnya letak indahnya Fisika. Namun, kebanyakan guru SD bahkan SMA pun tidak mampu menyampaikan ini pada siswanya. Itulah sebabnya hingga kini Fisika hanya dipandang sebagai ilmu hitung-hitungan semata. Bahkan aku pun baru benar-benar menyadari ini ketika telah duduk di bangku kuliah. Ada yang lebih menakjubkan lagi, yaitu ternyata Fisika sangat dekat dengan Al-qur’an. Teori-teori Fisika sudah terlebih dahulu dijelaskan Allah Swt dalam kitab-Nya. Bagaimana alam ini bisa tercipta, bagaimana pergerakan alam semesta bahkan sampai peristiwa relativitas waktu pun ada di dalam Al-Qur’an. Hikmahnya ialah, mempelajari Fisika menambah takjub kita terhadap dahsyatnya penciptaan Sang Maha Kuasa. Maka, semakin besarlah kecintaanku terhadap Fisika meskipun kadang aku sering kalang kabut menghadapi bagian yang hitung-hitungannya hahahaa..
            Benarlah bahwa jika ketetapan Allah Swt ialah yang terbaik untuk hamba-Nya. Allah meletakkanku di Pendidikan Fisika sesuai dengan pilihanku karena memang inilah yang aku butuhkan. Misi terbesarku ialah kelak ketika aku telah menjadi seorang pendidik Fisika maka aku akan segera memberi tahu dan mengajarkan murid-muridku bahwa Fisika bukan hanya sekedar hitungan semata, tetapi lebih dari itu Fisika ialah seni yang mempelajari bagaimana perilaku alam dan seisinya. Sebab, Fisika itu indah jika kita tahu makna yang sebenarnya J Maka, jika masih ada yang bertanya kenapa harus Fisika? Jawaban singkatnya ialah sebab Fisika itu adalah seni. Mengajar itu juga merupakan suatu seni transfer ilmu. Dan aku mencintai seni! J



7 komentar:

  1. cucookk deh ciiin.. semangat terus nulisnyaa cekk..

    BalasHapus
  2. keren, tak selamanya yang kita selami adalah lautan yang kita cintai

    BalasHapus
  3. keren, tak selamanya yang kita selami adalah lautan yang kita cintai

    BalasHapus
  4. Alasan yang bagus sih kak.. Benar. Tapi masalah bahasa dan seni, tak hanya seperti yang kakak fikirkan, yang bisa dipelajari otodidak. Sebelum menentukan pilihan, pernahkah kakak menyelidiki apa itu bahasa dan seni? Bahasa yang bagaimana? Seni yang bagaimana? Kalau menurut saya sih, kalau mau otodidak, setiap ilmu kalau kita punya keinginan, semua bisa dipelajari secara otodidak.cuma mau bilang, bahwa bahasa dan sastera buka seperti yg dibayangkan orang orang pada umumnya, jika alasan kakak adalah bisa menyelingi membaca dan menulis puisi di tengah tengah fisika, sebagai anak bahasa dan seni saya maklumi karena fokus kakak mungkin hanya berkutat di bidang kepenulisan atau eksplore bakat. Sejauh yang saya lihat, kemampuan kakak ada di bidang membaca puisi. Kalau untuk kepenulisan (maaf) masih kurang. Apalagi masalah kritik sastra (sekali lagi maaf) siapa bilang karya sastra atau seni tidak bisa diukur bagus atau tidaknya? Semua bisa diukur, hanya saja tidak seperti mengukur kecepatan, laju cahaya dan sebagainya seperti fisika (maaf kalau salah). Guru fisika saya (cie dulu anak ipa) pernah bilang "seorang ahli mengatakan bahwa fisika itu tidak sulit anak-anak, yang sulit itu matematikanya" kenapa kakak tidak pilih jurusan matematika saja? Dengan matematika, kakak bisa menguasai matematika, fisika dan seni sekaligus. :D *cuma nanya gaperlu jawab*
    Saya tau kok sains itu begimana :D . however, keep on rocking kak.

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar..