Selasa, 28 Juli 2015

Explore Katobung!

Bismillahhirrahmanirrahiim..
Tulisan ini kuabadikan dalam blog ini karena banyak teman-teman yang nanya pas aku pasang DP waktu lagi jalan-jalan di Katobung, karena masih banyak yang belum tau tempat ini. Sekalian buat promosiin salah satu wisata yang gak jauh dari Rohul juga J Cekidot yaah.. Maafkan jika di dalamnya terdapat tulisan-tulisan yang tidak bermanfaat. Sayang kalau ada penggalan dialog yang tidak diabadikan hahahhaa ^_^
























Usai acara reuni akbar SMA kemarin(25 Juli 2015) tercetuslah ide dari salah seorang sahabatku, Icha untuk jalan-jalan ke air terjun yang dekat Tangun. Tapi bukan Aek Matua. Karena selama ini air terjun yang selalu dihandalkan di Kabupaten Rokan Hulu ialah AM(Aek Matua) (walau pun demikian aku belum pernah ke Aek Matua lho.. Hikss L ) .
            Awalnya sekitar 15 orang dari panitia angkatan 2013 yang akan ikut besok pagi (Minggu, 26 Juli 2015) ke Air Terjun Katobung. Tapi, entah kenapa pas pada hari H yang berkumpul di rumah Icha sesuai kesepakatan kemarin hanya ada 7 orang. Aku, Icha, Eza, Garin, Awi, Yasin dan Pino. Padahal itu udah molor dari jadwal keberangkatan yang disepakati. Awalnya janji kumpul pukul 9 pagi. Akhirnya berangkat sekitar pukul setengah 12. Walau pun Cuma bertujuh, never mind. Let’s start this adventure!
            Berangkat dari Kota Pasir Pengarayan pukul 11.30, kami tiba di Kecamatan Bangun Purba pukul 12.00. Sebenarnya gak tau jalan ke Katobung itu gimana, maka jadilah kami singgah dulu ke rumah Vutri yang rumahnya persis di depan simpang Aek Matua. Awalnya Vutri berencana ikut, dan direncanakan dialah yang akan menjadi guide kami untuk ke Katobung. Tapi karena ada kendala, dia tidak jadi ikut. Kami singgah ke rumahnya untuk menanyakan jalan menuju Katobung. Setelah merasa mendapat petunjuk yang cukup, kami melanjutkan perjalanan.

            Sekitar setengah jam menyusuri jalan raya dan disambung dengan jalan yang penuh batu-batuan tiba lah kami di sebuah desa. Kami menanyakan kepada warga setempat bagaimana akses jika ingin ke Air Terjun Katobung. Warga setempat mengantarkan kami ke pinggiran sungai yang terdapat beberapa sampan. Rupanya di sinilah kami harus parkirkan motor dan kemudian melanjutkan perjalanan susur sungai menuju Air Terjun Katobung. Awalnya bapak yang memiliki sampan meminta bayaran Rp400.000. Tapi setelah berhasil nego, akhirnya kami membayar Rp350.000. Artinya, kami patungan Rp50.000 per orang.
            Aku mengira bahwa sungai yang sedang kami susuri ini ialah Sungai Batang Lubuh. Tapi ternyata ini ialah Sungai Katobung, makanya air terjun yang akan kami temui nanti dinamai Air Terjun Katobung. Mulailah perjalanan yang sebenarnya!
            Di sepanjang perjalanan susur sungai, aku melihat beberapa warga setempat yang melakukan aktivitas di pinggiran sungai. Ada yang memancing, ada yang mandi, ada yang mencuci pakaian, bahkan ada yang mojok juga di pinggiran sungai di atas dahan pohon ( dunia memang semakin aneh ,remaja mojok di sungai -_- ). Aku teringat moment pas susur sungai di Sungai Kahayan dulu, Kalimantan Tengah. Sungainya agak mirip. Tapi Sungai Katobung ini airnya lebih jernih jika dibandingkan Sungai Kahayan. Pemandangannya pun lebih asri Sungai Katobung. Maklumlah, Sungai Kahayan itu benear-benar pas di jantung kotanya Kalimantan Tengah. Sementara Sungai Katobung ini benar-benar masih di pinggiran desa dan suasananya masih sangat asri.
            Saat menyusuri sungai, kiri kanan yang terlihat ialah hutan dan dinding bebatuan yang indah. Dari kejauhan, subhanallah tampak jelas bukit barisan yang selama ini hanya kulihat dari kejauhan di kota. Sesekali bukit-bukit yang tinggi dengan tumpukan pohon yang telah ditebang pun kami lewati. Batu-batuan besar yang tinggi menjulang terlihat cantik menambah kekaguman pada ciptaan-Nya. Aku sempat berpikir, bagaimana kalau misalnya tanah dengan batu-batuan ini runtuh? Habislah manusia yang sedang melintasi sungai ini. Pikirku. Manusia memang sangat kecil, pun kalau dibandingkan dengan bebatuan ciptaan Allah ini kita belum ada apa-apanya. Maka, benarlah bahwa tak pantas sedikitpun bagi kita untuk menyombongkan diri.
            Setelah kurang lebih satu jam menyusuri sungai, tibalah kami di sebuah air terjun. Tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu besar.
“ Haa ini air terjunnya?”, kata Eza.
“Jauh-jauh ke sini ternyata air terjunnya Cuma segini?”, sahutku.
Icha hanya diam. Tapi aku yakin ia pun berpikiran sama. Demikian juga dengan empat teman cowok lainnya, mereka pun hanya diam tapi aku pikir mereka pun berpikiran sama denganku dan Eza.
            Bapak yang mendayung sampan tadi menambatkan sampannya di pinggiran sungai dekat air terjun. Meskipun agak kecewa, tapi kami semua tetap mengambil photo di dekat air terjun ini. Sibuk dengan hape dan kamera masing-masing. Ya, satu hal yang tidak akan pernah terlupakan saat mengunjungi tempat wisata ialah photo-photo. Hahahhha..
            Berbeda dengan kami yang sibuk berphoto dari tadi, Garin sudah sampai di atas pemirsaaaah -_- Entah dari mana ia naik tiba-tiba sudah di atas batuan air terjun.
“ Woi, kalian mau naik ke atas gak? “, teriak Garin.
Awalnya tidak ada yang terlalu mendengarkan karena masih sibuk berphoto ria.
“ Di atas nanti air terjunnya lebih bagus, Dek. Naik ke atas aja”, ucap Bapak yang mengemudikan sampan tadi.
“ Ooh, jadi masih ada lagi, Pak?”, jawabku, “ Kami pikir air terjunnya cuma segini aja”.
“ Di atas lebih banyak lagi, Dek”, jawab sang bapak.
Maka kami semua pun mengikuti Bapak (entah bapak siapa namanya, lupa nanyain). Ternyata tidak mudah, harus menaiki tangga untuk sampai di atas. Jalannya pun cukup menyeramkan. Awalnya naik tangga yang hanya terbuat dari kayu, yang tingginya sekitar 4 meter. Kemudian mendaki sedikit lagi ke atas, naik tangga lagi yang tingginya sekitar  5 meter. Selanjutnya melewati hutran dengan jalan yang tidak beraturan, saat melihat ke bawah tampaklah seperti jurang. Huaaaa ini jalannya mirip dengan air terjun Aek Matua yang di Kampar Kiri, di Desa Batu Dinding yang pernah aku kunjungi beberapa bulan yang lalu. Bahkan jalan yang ini lebih menyeramkan karena tantangannya lebih banyak.
Aku berhati-hati mengikuti jalan yang agak licin dan curam itu. Sesekali bajuku tersangkut di dahan-dahan.
“ Besok pakai gaun pengantin aja ke sini, Dek”, ujar sang Bapak.
Teman-temanku tertawa mendengar ejekan Bapak. Ya, memang ini resikonya kalau pakai rok atau longdress ke tempat beginian. Tapi mau gimana lagi, aku nyamannya memang begini, walau pun di dalamnya aku pakai training tetap pakaian luarannya long dress.
            Kami menyusuri hutan yang agak mendaki dengan jalan batu-batuan yang dialiri air sungai selama kurang lebih satu setengah jam. Dalam perjalanan yang cukup lama ini, kami menemukan beberapa air terjun lagi. Ternyata air terjunnya memang banyak, persis seperti yang dikatakan si Bapak di awal tadi. Maka, terobatilah kekecewaan kami di awal tadi. Hahahaa..
            Air terjun terakhir yang kami temui cukup tinggi. Mungkin tingginya sekitar 7-10 meter. Kata si Bapak yang menjadi guide kami, ini air terjun tertinggi nomor dua di Sungai Katobung ini.
“ Masih ad air terjun yang jauh lebih tinggi lagi dari ini, harus mendaki tinggi ke atas. Tapi akses ke sana belum dibuka. Tahun depanlah mudah-mudahan sudah bisa ke sana”, kata si Bapak.
            Teman-teman yang lain langsung nyebur dan berenang di bawah air terjun. Aku hanya menenggelamkan setengah badanku ke sungai, enggan untuk menyeburkan kepala ke dalam air. Aku melihat sekeliling tempat yang kini aku pijaki. Alam yang sederhana, namun menambahkan takjub pada ciptaan Yang Maha Kuasa.
Kuperhatikan air terjun itu dari atas hingga ke bawah. Lihatlah, ia jatuh dengan ikhlas tanpa paksaan. Ia sangat tinggi, namun memilih untuk jatuh ke tempat yang lebih rendah. Terlihat indah. Beginilah air, ia sangat bermanfaat bagi umat manusia tapi tak pernah sombong. Seharusnya pun manusia demikian, setinggi apa pun pangkat atau jabatannya, harus selalu rendah hati.
Setelah beberapa menit menikmati suasana di sini dan mengambil beberapa photo, kami memutuskan untuk kembali ke bawah. Perut sudah lapar, badan pun sudah mulai lelah(ciyeeee lelah hahhaa). Kami tiba di bawah sekitar pukul 16.30, lalu segera duduk di pinggiran sungai dan menyantap makanan yang memang sudah kami bawa dari Pasir tadi. Satu per satu lahap menyantap makanan. Tak dapat disangkal, hutan yang cukup terjal yang kami lewati memang menguras energy. Tapi selapar apapun, tetap saja yang paling terakhir menghabiskan nasi ya aku. Pergerakan gigiku untuk mengunyah memang lamban. Hahhahaa..
Setelah makan, kami memutuskan untuk pulang. Mengingat hari sudah sore dan beberapa diantara kami rumahnya cukup jauh. Kami kembali menyusuri sungai untuk kembali ke tempat parkiran motor tadi. Waktu yang dibuthkan untuk menyusuri sungai saat pulang lebih singkat dibandingkan saat pergi, hanya sekitar setengah jam. Karena ketika pulang kita tidak melawan arus sungai, jadi lebih cepat sampai.
Tiba di tempat parkiran motor pukul setengah enam lebih. Cuaca mulai gelap dan awan tampak lebih gelap. Sepertinya akan turun hujan. Kami bergegas membayar parkiran dan ongkos sampan. Lalu segera mengambil motor dan pulang.
Beberapa menit di jalan pulang, hujan lebat turun. Sudah basah dari air terjun, sekarang pun basah kuyup karena hujan lebat. Alhamdulillah. Tapi kami memutuskan untuk singgah kembali di rumah Vutri untuk berteduh. Hujan yang sangat lebat tidak bisa dilawan. Semakin laju motor, maka akan terasa sakit butiran hujan yang jatuh.
“ Woi, gimana ni? Aku udah janji sama Mamaku pulang malam ini, lho. Tahu-tahunya malah hujan. Gak mungkin aku bisa pulang ke Rantau Kasai malam ni juga”, kata Awi.
“ Udahlah, Kau tidur di rumahku aja lagi malam ni”, sahut Garin.
“ Aku takut Mamakku marah. Lihatlah, Mamakku udah nelfon dari tadi ternyata, gak ada aku angkat. Bahaya namaku dicoret dari Kartu Keluarga, woi!”.
Kami hanya tertawa mendengar ucapan Awi. Sesekali yang lain menyambung membully sambil menyantap beberapa kue yang disuguhkan Vutri.
“ Nanti pas Kau pulang baju kau udah di luar semua, Wi. Diusir dari rumah.”
“ Ya baguslah. Kalau diusir Kau ganti nama aja, jadi adeknya Manjas aja Wi. Ganti marga kau jadi Daulay. Atau masuk aja ke Kartu Keluarganya Yasin, ganti marga jadi Siregar!. Hhahhhaa”
Awi hanya garuk-garuk kepala. Bully-an berlanjut untuk Awi sampai hujan agak reda, tinggal gerimis. Setelah berpamitan dengan Vutri dan keluarga kami pun melanjutkan perjalanan ke Pasir, pulang.
            Akhirnya, pukul setengah tujuh lewat tiba di rumah dengan selamat, meskipun badan basah kuyup. Perjalanan yang cukup melelahkan tapi terbayar dengan keindahan alam yang bisa kami nikmati ^_^
Fabiayyialaairabbikumatukadzibaan..
Sungai dan Air Terjun Katobung, sebuah tempat wisata yang sudah termasuk ke Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara yang dekat dengan perbatasan Jabupaten Rokan Hulu. Objek wisata yang sangat berpotensi namun belum mendapat perhatian serius dari pemerintah untuk dikembangkan. Objek wisata yang pantas diacungi jempol karena alamnya yang indah. Dan tentunya, tempat yang akan mengajarimu bahwa tidak aka nada yang bisa menandingi indahnya ciptaan Allah Swt.


Some of view bukit barisan

Kalau dalam Fisika ini mungkin termasuk batuan sedimentasi :D

Ini beberapa aktivitas di pinggiran sungai

Ini nih yang mojok di pinggir sungai -___-

^_^

Sayang banget ini pohon-pohonnya ditebang 

Ini nih view air terjun yang katanya tertinggi nomor dua di sini


Nice, right?


Airnya jatuh!

Kalau kata Awi : kalian gak capek photo terus? -_-

Yuhuuuuu~

Sungai Katobung ^_^

Basah-basah!

Nice ^_^


Air terjun pertama

Air terjun kedua

Happines is when you laugh with your friends {}


6 komentar:

Silahkan tinggalkan komentar..