Selasa, 20 September 2016

KKN Kebangsaan; 15 Warna, Satu Rasa di Pulau Bintan (Part 1)


            Memasuki bulan Mei tahun 2016. Mahasiswa/i semester 6 di kampusku sedang disibukkan dalam proses pendaftaran Kukterta (Kuliah Kerja Nyata). Dulu, di kampusku penyebutannya juga sama seperti kampus lain, KKN. Tapi 2 tahun belakangan terakhir namanya diganti menjadi Kukerta. Sama seperti mahasiswa lainnya, aku pun turut serta disibukkan dengan proses pendaftaran Kukerta secara online. Ini memang semester yang rasanya menguras tenaga! Baru aja riweh dengan proses Pemilihan Mahasiswa Berprestasi, sekarang harus riweh lagi dengan prosesi pendaftaran Kukerta. Tapi selow aja jalanin semuanya, bersyukur! Alhamdulillah…
Pendaftaran online Kukerta di kampusku dilakukan melalui website Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Riau. Tidak jarang websitenya eror karena banyak yang akses. Antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya pun seperti sedang lomba lari. Adu kecepatan akses internet untuk membuka portal dan adu kecepatan untuk berhasil mendaftar pada desa yang diinginkan. Setelah ikut berpacu via portal sama seperti teman yang lainnya, akhirnya namaku tercantum menjadi pendaftar Kukerta di Desa Pergam, Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis. Aku sengaja memilih lokasi kepulauan karena memang ingin lebih mengenal kehidupan masyarakat pesisir. Maklum, sejak kecil aku tinggal di daerah Riau daratan. Jadi ingin sekali rasanya merasakan kehidupan pesisir.
            Di sisi lain, sebenarnya sejak tahun 2015 aku sudah menargetkan harus bisa ikut KKN-K (Kuliah Kerja Nyata Kebangsaan). Meskipun begitu, aku harus tetap terdaftar dulu di Kukerta Reguler sebagai persiapan jika nanti misalnya tidak lulus seleksi KKN Kebangsaan. Keinginan untuk bisa bergabung di KKN Kebangsaan bukan tanpa motivasi. Banyaknya seniorku yang menjadi peserta KKN-K tahun 2015 yang kebetulan saat itu tuan rumah pelaksanaannya adalah Provinsi Riau menjadi motivasi bagiku untuk bisa menjadi salah satu delegasi UNRI di tahun 2016. Beberapa kali aku bolak-balik ke LPPM mencari tau informasi pendaftaran KKN-K 2016, tapi belum ada. Aku juga bertanya ke sana kemari terus mencari informasi dari senior atau pun teman-teman lain. Ternyata di penghujung Bulan Mei, pengumuman seleksi KKN-K di kampusku diumumkan. Uwo! Aku antusias menyambut kabar ini. Segera kuurus semua berkas untuk seleksi.
            Sekitar selang satu bulan, pengumuman peserta KKN-K 2016 dilampirkan via website LPPM UNRI. Alhamdulillah, Allah SWT takdirkan namaku tercantum di sana. Syukur, syukur! Betapa baiknya Allah menjadikanku salah satu dari 50 peserta se-UNRI yang terpilih. Di sisi lain kesyukuranku ini, beberapa teman-teman Kukerta ku di Desa Pergam sangat menyayangkan kelulusanku di KKN Kebangsaan. Ya, wajar. Sebab sebelumnya kami sudah sempat beberapa kali berkoordinasi dan bersilaturahmi via grup line yang dibuat khusus tim Desa Pergam. Ketika lulus KKN Kebangsaan, artinya Kukerta ku di Desa Pergam batal. Yap, artinya tim ini akan kehilanganku sebagai salah satu anggotanya. Aku memohon maaf ke teman-teman tim Desa Pergam karena tidak jadi satu tim pengabdian. Mereka pun memaklumi dan kami saling mendo’akan agar bisa saling sukses mengabdi meskipun tidak satu tim.
Ada beberapa nama dari FKIP yang dinyatakan lolos sebagai peserta KKN Kebangsaan dan namaku satu-satunya dari Pendidikan Fisika. Allah SWT Maha Baik! Salah satu targetanku di tahun 2015 tercapai di tahun ini. Impianku di tahun 2014 yang ingin kembali menginjakkan kaki di Kepulauan Riau akan diwujudkan Allah Swt di tahun ini. Ya, tuan rumah KKN-K 2016 adalah Provinsi Kepulauan Riau! Sebuah provinsi yang kaya potensi bahari dan menawarkan pesona maritime nan elok membuatku bertekad harus bisa mengunjunginya kembali. Di tahun 2014, aku menjejaki kaki di Kepulauan Riau sebagai delegasi Riau dalam kompetisi pidato remaja se-Sumatera. Tahun 2016 kembali Allah Swt mengirimku ke sana melalui KKN Kebangsaan. Alhamdulillah ala kulli hal …

***
            Setelah dinyatakan lolos, aku lupa inisiatif dari siapa membuat grup line peserta KKN-K 2016 UNRI. Tiba-tiba kontak lineku sudah ada di dalam grup. Di grup itu, kami saling berkoordinasi antar sesama delegasi UNRI terkait apa-apa saja hal yang harus dipersiapkan untuk KKN nanti. Di grup itu pula, berbagai informasi seputar KKN-K selalu diberitahukan. Grup line yang lain muncul lagi, grup line KKN Kebangsaan 2016. Ya, isinya adalah peserta KKN-K 2016 dari berbagai universitas se-Indonesia. Aku pun menemukan link grup tersebut dari halaman facebook KKN Kebangsaan 2016 yang sengaja kucari untuk tambahan referensi informasi. Canggihnya zaman membuat kita mudah berkoordinasi meskipun belum pernah saling bertemu sama sekali. Bagi mahasiswa yang sosialita (aktif di media sosial), walau pun belum pernah bertemu satu sama lain tiba-tiba bisa menjadi akrab seperti sudah lama saling kenal. Kecanggihan teknologi memang terasa sekali manfaatnya di sini!
            Tidak lama setelah grup KKN-K nasional itu terbentuk, kami pun mendapatkan informasi daftar nama kelompok dan desa lokasi pengabdian dari teman-teman mahasiswa UMRAH (Universitas Maritim Raja Ali Haji). Ya, UMRAH adalah universitas yang menjadi tuan rumah sekaligus penanggung jawab dalam pelaksanaan KKN-K tahun ini. Lagi, manfaat dunia digital begitu terlihat nyata di sini. Kecepatan akses data dan kepo tingkat tinggi mahasiswa mengalahkan informasi dari LPPM kampus. Harusnya daftar kelompok KKN ini kan diinformasikan ke LPPM masing-masing kampus. Tapi, sebelum data itu disampaikan ke LPPM masing-masing kampus malah kami peserta sudah tau lebih dulu. Super!
Begitu foto copy an daftar nama tiap kelompok beserta nama desanya dishare di grup KKN Kebangsaan 2016, masing-masing dari kami langsung sibuk mencari teman satu kelompoknya dan membuat grup line baru lagi untuk kelompoknya masing-masing. Seketika postingan grup penuh dengan pemberitahuan link masing-masing kelompok. Demikian juga dengan kelompokku. Aku berinisiatif membuat grup line begitu melihat namaku terdaftar di kelompok KKN Desa Malang Rapat dengan komposisi 5 orang mahasiswa dan 10 orang mahasiswi. Kuberi label “KKN-K Malang Rapat” pada nama grup, lalu kuundang satu persatu kontak line yang aku dapatkan dari grup KKN-K se Indonesia itu. Namun, sayangnya tidak semua nama yang terdaftar pada foto lembaran copy an pembagian kelompok itu ada di grup line KKN-K tersebut sehingga ada beberapa kontak yang belum bergabung di grup yang kubuat. Berikut daftar nama kelompokku :
1.      Tengku Novenia Yahya (Universitas Riau)
2.      Faizatul Anisah (UIN Sultan Syarif Kasim Riau)
3.      Nasrullah S (Universitas Negeri Makassar)
4.      Nofan Farid Maghfuri (Universitas Negeri Semarang)
5.      Agustin Maulina Sugani (Universitas Jambi)
6.      Bela Lestari Dwireja (Universitas Negeri Jember)
7.      Merlin Anjani (Universitas Sriwijaya)
8.      Mohammad Dewangga Wijaya (Universitas Negeri Jakarta)
9.      Nurshifa Annisa (Universitas Hasanudin)
10.  Feny Mutiara Daris (Universitas Nusa Cendana)
11.  Apriwandi (Universitas Riau)
12.  Dini Asih (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
13.  Yuly Meilinda (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
14.  Dwi Aulia Fauziani (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
15.  Syahdi Irfan (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
***
Seiring berjalannya waktu, kami yang sudah tergabung di grup KKN-K Malang Rapat terus saling berkoordinasi untuk mengumpulkan kontak teman-teman yang belum bergabung di grup. Berbagai cara dilakukan, mulai dari meminta bantuan teman-teman UMRAH yang ada di grup line KKN Kebangsaan 2016, searching di facebook instagram bahkan google! Hmmm memang benar-benar seperti sedang mencari saudara yang hilang! Hahahaa.. Sampai akhirnya sudah 14 kontak terkumpul di grup line KKN-K Malang Rapat. Tinggal 1 kontak yang belum, Feny Mutiara Daris! Udah dicari kemana-mana tapi gak nemu kontaknya. Ternyata memang belum ada satu pun kontak teman-teman delegasi Universitas Nusa Cendana yang bergabung di grup line mana pun yang berkaitan dengan KKN Kebangsaan 2016.
Meskipun tim kelompokku belum lengkap, akhirnya aku dan tim memutuskan untuk memulai rapat santai via line group yang sudah kami bentuk. Dimulai dari perkenalan singkat, berlanjut pembahasan tentang apa saja hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan KKN nanti. Sayangnya, tidak semua anggota di grupku aktif. Lebih banyak yang memilih menjadi silent reader atau bahkan sangat slow respon. Hanya 2-3 orang yang selalu fast response tiap ada hal yang dibahas di grup. Aku pun mulai kesal dan cemas. Kesal karena anggota grup tidak sesuai ekspetasiku, slow response. Tiap ditanyain ini itu hanya sedikit yang respon. Cemas karena takut nanti tidak bisa kompak saat melakukan pengabdian di desa. Bayangin aja coba, kita ada 15 orang dari latar belakang yang beda dan belum pernah ketemu sama sekali sebelumnya, lalu tiba-tiba disuruh melakukan pengabdian di suatu desa. Ketika sudah dibuatkan grup virtual, eh malah gak semuanya cepat tanggap. Karena aku adalah tipikal orang yang dominan dan terbiasa terstruktur melakukan kegiatan di kampus, kondisi seperti ini membuatku merasa kurang nyaman. Bingung dan cemas campur aduk. Tapi aku kembali mengingatkan diri, “Inilah tantangannya KKN Kebangsaan, Nov! Kamu harus bisa menghadapi yang namanya perbedaan!”. Untungnya saat itu ada Bela Dwi Reja yang sebelumnya juga sudah cukup aktif di grup line KKN Kebangsaan 2016. Ya, Bela lah yang selalu fast respon tiap ada hal yang mau dibahas. Dia pun selalu yang menenangkan kekhawatiranku dengan bilang : “Aku juga khawatir. Tapi santai aja. Kita hadepin bareng-bareng. Semoga nanti pas kita semua udah ketemu gak garing, ya”. Hufth, untung punya teman yang sepemikiran. Pikirku waktu itu.
Meskipun grup line kelompokku lebih sering slow response, aku dan beberapa teman yang cukup aktif terus saling mengingatkan dan berkoordinasi tentang kebutuhan kami saat pengabdian nanti. Diskusi tetap berjalan meskipun kadang memakan waktu yang cukup lama. Idealnya, untuk melakukan pengabdian selama sebulan di desa membutuhkan banyak persiapan. Posko (tempat tinggal) dan peralatan masak adalah dua hal yang berulang kali kami bahas untuk menemukan kesepakatan karena sifatnya krusial. Kalau pengalaman senior-senior yang juga mengikuti KKN Kebangsaan sebelumnya, katanya KKN Kebangsaan akan mendapatkan perlakukan istimewa oleh pihak desa. Posko dan peralatan masak biasanya akan disiapkan oleh Pemerintah Desa (PEMDES). Ya gak mungkin dong jauh-jauh dari Riau harus nenteng kuali, kompor dan teman-temannya kan? Hahahaa. Gak mungkin juga bawa kasur nyebrang pulau! Tapi meskipun mendapatkan cerita dari senior seperti itu, kami harus tetap memiliki persiapan untuk jaga-jaga. Akhirnya, salah satu anggota kelompokku yang juga merupakan mahasiswa UMRAH dan asli penduduk Bintan berinisiatif menawarkan diri untuk meminjamkan peralatan masak jika PEMDES tidak menyediakan. Salah satu teman asal UMRAH yang lainnya juga menawarkan diri untuk meminjamkan motornya sebagai transportasi kami nanti ketika di desa. Kami juga menyepakati masing-masing individu harus bawa minimal 1 piring, 1 sendok dan 1 gelas untuk digunakan saat makan selama pengabdian nanti. Lalu tambahan inisiatif teman asal Makassar, bawa mie instant dan makanan ringan! Sebenarnya bisa aja beli di lokasi pengabdian ya, kan? Tapi kata temanku Yuly yang ternyata rumahnya 1 jam an dari lokasi pengabdian, pusat perbelanjaan seperti pasar lumayan jauh dari desa kami. Jadi, tidak ada salahnya membawa mie instant dan beberapa cemilan dari jauh hari sebagai bekal awal makanan ketika baru sampai di lokasi pengabdian nanti.  
***
Hari demi hari menjelang pelaksanaan KKN Kebangsaan, aku juga menyempatkan diri untuk browsing seputar informasi tentang lokasi desa yang akan menjadi tempat pengabdianku nanti. Aku mulai mengetik “Desa Malang Rapat” di mesin pencarian google. Apa hasil yang kutemukan? Aku menemukan banyak gambar pantai yang sepertinya tidak asing bagiku. “Hmmm, kayaknya aku pernah ke pantai ini”. Artikel demi artikel kubaca, akhirnya aku tau bahwa ternyata Malang Rapat adalah sebuah desa yang terletak di sepanjang Pantai Trikora, lebih tepatnya Trikora 3 dan Trikora 4 yang merupakan salah satu pantai favorit di Bintan! Dan pantai ini adalah pantai yang dulu pernah kukunjungi di tahun 2014. Aha, pantesan gak asing lagi view nya! Masya Allah, Alhamdulillah… Dulu ketika mengikuti lomba pidato remaja se-Sumatera di Bintan tahun 2014, aku pernah ke Pantai Trikora dan takjub dengan pemandangannya. Bahkan aku ingat betul saking senangnya waktu itu aku menatap pantai yang luas tersebut sambil mengulang-ngulang berucap do’a dalam hati : “ Ya Allah, ini sangat indah. Suatu saat aku ingin kembali lagi ke sini dan menikmatinya lebih lama”. Ternyata Allah SWT mengijabah do’aku dua tahun kemudian. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang Kamu dustakan?
Dokumentasi di 2014. Tahun ini akan mengabdi di desa ini selama kurang lebih sebulan

***
Akhirnya, Berangkat!
            Bulan Juli tiba! Mahasiswa lain yang menjalani Kukerta Reguler sudah berangkat melaksanakan pengabdiannya dimulai akhir Juni lalu. Sedangkan aku dan teman-teman KKN Kebangsaan masih belum berangkat. Kami direncanakan akan berangkat menuju Kepulauan Riau pada tanggal 21 Juli 2016. Jadwal pengabdian KKN Reguler dan KKN Kebangsaan memang beda. Teman-teman KKN Reguler melaksanakan pengabdian selama kurang lebih dua bulan, sedangkan KKN Kebangsaan hanya satu bulan. Itu sebabnya, keberangkatan kami pun lebih lama sebab jadwal mulai KKN nya juga lebih lama karena berdurasi lebih singkat.
            Sambil menunggu hari keberangkatan, aku dan teman-teman yang lain masih terus saling berbagi informasi perihal apa saja yang perlu kami persiapkan. Di grup line KKN Kebangsaan UNRI, kami saling berkoordinasi perihal persiapan keberangkatan dari Bandara Sultan Syarif Kasim II Riau. Salah satu keuntungan mengikuti KKN Kebangsaan ini adalah biaya perjalanan/transportasi pergi dan pulang menuju lokasi KKN ditanggung sepenuhnya oleh pihak kampus dan pihak panitia penyelenggara. Malahan, di tahun 2015 ketika UNRI menjadi tuan rumah KKN Kebangsaan, setiap kelompok mendapatkan bantuan dana sebesar Rp3.000.000 untuk pelaksanaan program KKN. Wah, enak kan? Semua sudah didanai, tinggal berangkat untuk mengabdi! Tapi kabarnya berbeda dengan tahun ini. Ketika kami tanyakan ke pihak kampus apakah ada bantuan dana program ketika pelaksanaan KKN nanti, jawabannya tergantung panitia pelaksana (UMRAH). Jadi ternyata, akomodasi keberangkatan dan kepulangan menuju dan dari lokasi KKN itu ditanggung oleh pihak kampus. Sedangkan biaya program pengabdian tergantung kesanggupan panitia pelaksana apakah sanggup memberikan dana bantuan atau tidak. Jadi, karena belum ada kepastian dari pihak UMRAH maka kami harus menyiapkan kantong pribadi untuk jaga-jaga terkait dana program pengabdian di desa nanti.
            Menghitung hari demi hari, akhirnya hari keberangkatan itu tiba! Pukul 08.00 WIB di tanggal 21 Juli 2018 adalah waktu yang kami sepakati untuk berkumpul di Bandara Sultan Syarif Kasim II Riau. Aku meminta tolong abangku untuk mengantar ke bandara. Ya seperti biasanya, abangku selalu menjadi orang yang siap siaga mengantarkanku ke bandara jika hendak berpergian. Kami berangkat menggunakan sepeda motor. Aku membawa sebuah koper berukuran sedang berwarna merah, 1 ransel dan 1 tas jinjing. Wah, banyak ya bawaannya! Ya gimana dong, namanya juga perempuan kan yaa hehe. Perginya sebulan pula. Padahal menurutku itu bawaannya sudah diminimalisir, lho! Koperku berisi pakaian secukupnya. Nih sekalian aku mau sharing apa aja yang kubawa saat KKN. Aku membawa 3 gamis (dipakai untuk acara formal), 2 rok berwarna hitam (bawa warna hitam supaya netral bisa dipasangkan dengan baju warna apapun), 1 rok celana, 1 kaos KKN dari UNRI+topi, 1 almamater UNRI, 3 kaos lengan panjang, 3 kaos lengan pendek, 6 jilbab segi empat, 3 jilbab sarung, 1 sweater, 3 buah ciput (anak jilbab), 4 pasang kaos kaki, 2 pasang manset tangan, 1 buah handuk dan pakaian lainnya yang dianggap penting (If you know what I mean wkwk). Dan segitu banyaknya itu muat satu koper berukuran sedang, lho! Lha kok bisa? Bisa dong! Ada tips melipatnya hehe. Sedangkan di ranselku, isinya adalah laptop, kamera, segala jenis charger, dompet, tas make up harian (ini yang sederhana aja ya gengs. Kayak bedak padat, foundation, hand body lotion, parfum, dll), tas peralatan mandi. Nah, kemudian tas jinjing berukuran kecil isinya 1 colokan sambung, 1 piring, 1 gelas, 1 sendok dan beberapa cemilan ringan. Well done, bawaan untuk pengabdian sebulan itu kubawa semuanya sendiri.
            Pukul 08.00-09.00 WIB, satu persatu dari delegasi KKN Kebangsaan UNRI berkumpul di pelataran Bandara Sultan Syarif Kasim II Riau. 50 delegasi mahasiswa dari UNRI ditambah 1 orang dosen pembimbing (Pak Syapsan) siap untuk berangkat. Setelah memastikan semua pasukan lengkap, kami melakukan check in tiket pesawat lalu masuk ke ruang tunggu. Pukul 11.10 WIB kami masuk pesawat Lion Air. Tidak lama kemudian, pesawat terbang. Kami berangkat!
********
Asslamualaykum, Kepri…
            Setelah mengudara selama kurang lebih 50 menit, akhirnya kami delegasi UNRI mendarat di Bandara Hang Nadim Batam. Alhamdulillah, akhirnya kembali bisa menginjakkan kaki di bandara ini. Setelah mengambil barang dari bagasi, satu persatu kami menuju musholla bandara untuk menunaikan ibadah sholat zuhur. Lalu, dilanjutkan dengan aktivitas makan siang. Hingga pukul 14.30 WIB, kami masih stay di bandara dan juga bertemu dengan beberapa delegasi KKN Kebangsaan dari kampus lain. Selanjutnya, pukul 15.00 WIB kami dijemput oleh panitia untuk menuju pelabuhan Sri Bintan Pura. Menaiki Kapal Baruna Super Jet menyebrangi lautan luas menuju Pulau Bintan, Kota Tanjung Pinang. Ah, menaiki kapal ini membuatku benar-benar flashback saat menaiki kapal yang sama dua tahun lalu. Pelabuhan Sri Bintan dan laut lepas, kita akhirnya jumpa lagi!
Dengan kekuatan hengpong jadul, beginilah suasana Bandara Hang Nadim yang dipenuhi delegasi KKN Kebangsaan 2016
            Di Kapal Baruna Super Jet, tidak hanya delegasi UNRI yang ada. Tetapi juga ada beberapa delegasi KKN-K lainnya. Kok bisa tau? Ya, keliatan dari almamater yang mereka gunakan. Siapa lagi yang menggunakan almamater di atas kapal begini kalau bukan delegasi KKN-K, kan? Ada delegasi dari USU, UNSYIAH, UNDANA, Universitas Musamus Merauke, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ISI Padang Panjang, Universitas Negeri Jambi dan Universitas Negeri Semarang. Penggunaan almamater membuat kami saling tau satu sama lain bahwa kami sedang dalam misi yang sama. Maka, silaturahmi saling berkenalan pun dimulai. Dan, aku menemukan satu anggota kelompokku yang selama ini hilang dari grup line. Feny Mutiara Daris dari UNDANA! Yaampun, sekian lama nyari kontaknya gak nemu akhirnya ketemu sama orangnya langsung pas di kapal. Hahahaa pertemuan yang manis!
            Kapal berlabuh di Kota Tanjung Pinang sekitar pukul 17.00 WIB. Di pelabuhan sudah ada panitia yang siap mengantarkan kami menuju Sunrise City Hotel (Hotel Bali). Ya, hotel tersebut akan menjadi tempat kami untuk mengikuti pembekalan KKN Kebangsaan selama 4 hari ke depan. Kami diantar menggunakan bus dan tiba di hotel sekitar pukul 17.30 WIB. Begitu sampai, sekelompok Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) langsung menyambut kedatangan kami. Tapi jangan dikira disambut dengan penuh kelembutan, disambut dengan ketegasan! Semi militer! Berasa semacam lagi diospek. Diteriakin untuk cepat berbaris bersama delegasi lainnya yang sudah lebih dulu tiba. Ternyata di lapangan hotel ini sudah penuh dengan warna-warni almamater dari berbagai universitas di Indonesia. Kami pun buru-buru sambil membawa koper dan tas masing-masing lalu menuju barisan yang sudah berkumpul.
Kumpulan TNI Angkatan Laut yang melatih kami selama pembekalan KKN Kebangsaan
            Langit semakin menguning kemerahan, tanda maghrib semakin dekat. Seorang Bapak lengkap dengan seragam TNI nya mengambil alih barisan, lalu ia membacakan nama-nama kelompok beserta nomor urut pleton (kelompok selama pembekalan). Kelompokku, Desa Malang Rapat mendapatkan kelompok Pleton 11. Di Pleton ini ada 3 kelompok desa ; Desa Teluk Bakau, Desa Malang Rapat dan Desa Pengudang. Setelah membagi seluruh kelompok menjadi beberapa pleton, kami dipersilahkan melaksanakan sholat maghrib di musholla atau di cottage yang sudah ditentukan sesuai pleton yang dibacakan tadi.
Kali ini, aku dan delegasi UNRI yang lainnya harus saling berpencar. Kami berpencar sesuai kelompok masing-masing. Aku berjalan menuju cottage perempuan pleton 11. Begitu masuk, ternyata ruangan berukuran kurang lebih 4x7 meter itu sudah penuh dengan berbagai jenis koper dan berbagai delegasi dari kampus lain. Di cottage itu ada 2 kamar tidur, 2 kamar mandi dan 1 ruang tamu. Bayangin aja gimana kecilnya ruangan berukuran 4x7 meter dibagi menjadi 5 ruangan! Malangnya lagi, setelah dicek, dua kamar mandinya ini ternyata memiliki closet yang tidak berfungsi sama sekali. Hmmm…
 Aku masuk dan meletakkan koper ke kamar 1 kemudian melanjutkan sholat maghrib. Di kamar, ternyata aku juga menemukan teman satu kelompokku dari UNSRI, Merlin Anjani! Kami bersalaman dan berkenalan. Tiba-tiba aku dengar suara dari luar, “Novi ya?”. Aku membalas sapaannya, “Iya. Bela, ya?”. Ia pun mengiyakan lalu kami teriak kegirangan dan berpelukan. Masya Allah. Kebayang ya gimana perempuan kalau udah ketemu hahahha. Ini perjumpaan pertamaku dengan Bela setelah selama ini berkomunikasi via line. Lalu datang lagi sahutan dari luar, “Novi, Bela. Ini Shifa!”. Oke fix, drama wanita kembali dimulai. Kami bertiga kegirangan karena akhirnya bertemu di dunia nyata setelah komunikasi di grup line selama ini. Ya, selama komunikasi via line kami bertiga cukup aktif saat rapat virtual di grup. Jadi maklumin ya kalau udah ketemu jadinya gimana wkwkwk
            Drama pertemuan pertama tadi segera usai karena kami semua harus kembali berkumpul dan berbaris sesuai pleton yang sudah ditentutkan. Masing-masing pleton mendapatkan satu orang Komando (Seorang TNI AL yang menjadi pendamping pleton selama pembekalan KKN). Lalu, tiap kelompok desa diharuskan menunjuk satu orang anggotanya menjadi ketua kelompok.  Di kelompokku, Nasrullah mahasiswa asal UNM sebagai ketua kelompok desa. Lalu, Syahdi Irfan mahasiswa asal UMRAH selaku ketua pleton 11.
Beberapa anggota Pleton 11. Emang dasar milenials, masih sempat foto di tengah tegangnya pembekalan wkwkwk
        Agenda malam ini adalah makan malam, lalu perkenalan antar delegasi satu sama lain di masing-masing pleton. Makan malamnya pakai sstem semi militer (semi apa emang beneran militer ya? wkwk)! Nasi bungkus yang isinya begitu banyak harus habis dimakan dalam waktu 5 menit. Untungnya satu bungkus nasi dimakan oleh 2 orang. Usai makan, agenda dilanjutkan dengan penyampaian jadwal selama pembekalan. Seorang TNI AL yang memandu kami juga menyampaikan apa-apa saja yang harus kami perhatikan selama pembekalan berlangsung. Harus berpakaian rapi dan sopan, memakai almamater, memakai topi dan menggunakan name tag adalah tata cara berpakaian selama pembekalan. Satu lagi, harus displin!
Kegiatan malam ini berakhir pukul 21.00 WIB. Seluruh delegasi harus kembali ke cottage masing-masing. Malam ini kami harus bisa tidur di cottage berukuran 4x7 m dengan komposisi 25 orang (perempuan semua). Ya, 25 orang ini adalah wanita pleton 11 yang terdiri dari 3 kelompok desa. Kami harus bisa tidur di ruangan ini meskipun sempit-sempitan. Alhamdulillah ala kulli hal… Nikmatilah prosesnya! Kapan lagi coba ngerasain momen begini, kan? Kalau kata Bapak TNI AL Komando Pleton 11,” Sebelum mengabdi ke desa-desa, kalian harus dibentuk karakternya. Harus displin. Jangan manja! Kalau kalian lembek dan gak mampu bertahan dengan kondisi yang begini, gimana mau mengabdi di desa?”. Oke baik, Pak. Kami paham.
(Bersambung)

           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar..