Ini tentang perjalanan yang sangat berkesan. Tentang sebuah janji yang
dilunaskan…
***
Dulu
banyak rekan kerabat atau sahabat yang selalu bertanya, “Novi kapan main ke
Medan?”. Aku hanya bisa tersenyum dan menjawab, “Do’akan segera, ya” . Maka,
beberapa waktu yang lalu berhasil kutunaikan sebuah ucapan. Bukan sengaja untuk
pergi berlibur, tapi untuk berkompetisi membawa amanah dari provinsi.
Barangkali sambil wisata budaya untuk mendapatkan beberapa pelajaran di sana.
Hehee.
Alhamdulillah
tahun ini aku diamanahkan untuk menjadi salah satu delegasi Riau dalam lomba
debat Pekan Bahasa se-Sumatera 2015. Sebelumnya, di tahun 2014 aku juga
mengikuti ajang yang sama tetapi dalam cabang lomba yang berbeda. Masih ingat
dengan tulisan ini http://tengkunoveniayahya.blogspot.co.id/2014/11/cerita-di-negeri-gurindam.html ? Ya, di bagian akhir dalam tulisan tersebut aku bertekad
untuk bisa menjadi delegasi Riau kembali dalam Pekan Bahasa Sumatera. Sebab,
saat tahun 2014 lalu masih ada rasa tidak puas dengan hasil yang aku dapatkan
ketika mewakili Riau di cabang lomba pidato. Aku merasa masih harus melunasi
hutang untuk bisa mengharumkan nama Riau. Jika tahun ini cabang lomba pidato
hanya dikhususkan untuk siswa SMA, maka Allah Swt memilihkan cabang lomba debat
sebagai jalanku untuk bisa melunasi tekad kembali membawa nama Riau.
Ini
semua berawal dari sebuah dendam. Dendam atas kekalahanku saat lomba debat
mahasiswa dalam Pekan Bahasa Riau 2014 yang lalu. Saat itu aku bersama rekanku
Kak Romi dan Kak Elysa kalah di babak penyisihan. Setahun berikutnya aku
bersama rekanku Kak Romi dan Joni berhasil balas dendam dengan merebut juara 1
Debat Mahasiswa dalam Pekan Bahasa Riau 2015. Sayangnya, yang berhak menjadi
delegasi Riau untuk maju ke tingkat regional Sumatera bukan tim juara 1,
melainkan pembicara terbaik 1,2 dan 3. Alhamdulillah namaku dipercaya sebagai
pembicara terbaik 1 dan berhak mewakili Riau di tingkat regional yang diadakan
di Medan.
Perjalanan
ke Medan dimulai tanggal 22 Agustus 2015. Kali ini, aku bersama kontingen Riau
yang terdiri dari peserta masing-masing cabang lomba dan ibu bapak pendamping
dari Balai Bahasa Provinsi Riau harus menempuh perjalanan darat menggunakan bus
selama kurang lebih 20 jam. Mungkin dikarenakan jumlah kontingen Riau yang
banyak dan Medan masih bisa dijangkau melalui darat, maka bus menjadi
transportasi yang mengantarkan kami ke Kota Deli tersebut.
Tiba
di Medan pada hari Minggu siang, sekitar pukul 13.00 WIB. Hotel Inna Dharma
Deli Medan menjadi pusat kegiatan Pekan Bahasa Sumatera 2015 sekaligus tempat
seluruh peserta menginap. Pertama kali melihat hotel ini aku sempat
berpikir,”Waah kayaknya hotel tua”. Bangunannya tinggi menjulang seperti gedung
pencakar langit lainnya, jauh berbeda jika dibandingkan dengan Grand Aston yang
tepat berada di sampingnya. Aku langsung ingat setahun yang lalu di Hotel Aston
saat di Tanjung Pinang, ternyata di Medan juga ada Aston. Hehee ..
Acara
pembukaan dilaksanakan Hari Senin, 24 September 2015 dan dimulai pukul
09.00-10.00 WIB. Kemudian dilanjutkan dnegan seminar kebahasaan dan kesastraan.
Ya, agendanya hampir serupa dengan setahun yang lalu. Kendati demikian, tetap
seminar ini mampu menggugah rasa ingin tahuku tentang bahasa, sastra dan budaya
bangsa Indonesia. Terlebih ketika pemateri seminar memperlihatkan beberapa
bentuk sastra lisan yang ada di Indonesia. Aku sempat merinding karena decak
kagum atas keunikan ragam budaya Indonesia. Ini salah satu bagian yang aku
suka, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan semacam ini membuat diri semakin sadar
betapa beruntungnya menjadi bagian dari Indonesia.
Saat
acara pembukaan, Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara juga sempat memaparkan
bahwa Hotel Inna Dharma Deli memang merupakan hotel tertua di Medan. Hotel ini
menyimpan sejarah yang cukup panjang tentang perjuangan pendiri bangsa untuk
memperjuangkan Indonesia di zaman penjajahan. Dikatakan pula bahwa hotel ini
juga merupakan saksi bisu bahwa salah seorang tokoh bangsa yaitu Sutan Syahrir
yang juga merupakan tokoh penting dalam perkembangan Bahasa Indonesia pernah
mengamen di sini. Letak hotel ini juga sangat strategis, tepat di titik 0 km
Kota Medan. Di depannya terdapat Merdeka City Walk dan Kantor Pos dengan
bangunan belanda yang merupakan bangunan tua di kota ini.
Usai
seminar, perlombaan pembawa acara dan pidato berlangsung. Nah, untuk lomba
debat baru akan dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus. Jadi, aku dan dua rekan
debatku masih punya waktu lebih kurang dua hari untuk mempersiapkan diri.
Berhubung bagian lomba debat belum dimulai, aku dan Fitri mencuri-curi
kesempatan untuk menjelajahi Kota Medan. Hahhaa, sayang dong kalau udah sampai
di Medan tapi cuma diam di hotel doing ya kan :D Kebetulan Eva Susanti, temanku
yang dulu ketemunya waktu PEKSIMINAS XII di Palangkaraya adalah orang Medan.
Beliau juga sudah lama sejak kenal selalu memintaku untuk main ke kotanya.
Maka, ini adalah saat yang tepat untuk menghabiskan waktu bersama beliau.
Hhehe..
Eva
dan temannya Kak Riska mengajakku aku dan rekanku untuk berkeliling di sekitar
titik 0 km Medan. Dimulai dari menyusuri Kesawan(tempat-tempat tua di kota
Medan), rumah sejarah Tjong A Fie(orang terkaya di Medan), titik gantung,
stasiun kereta api dan Lapangan Merdeka. Sepanjang kami berjalan pun Kak Riska
menceritakan sejarah tiap bangunan yang kami lewati. Aku berasa jadi tourist
yang dapat tour guide gratis. Wkwkwk.. Perjalanan sore itu membuatku kagum
dengan Kota Medan. Ternyata, kota metropolitan kedua Indonesia ini menyimpan
banyak sejarah tentang bangsa Indonesia.
Esoknya,
25 Februari 2015 berlangsung perlombaan cerdas cermat. Dikarenakan aku dan
timku latihan debat saat malam hari, maka pagi hingga sore kami manfaatkan
untuk kembali berkeliling Medan. Nah, kali ini giliran Garin dan Tulang Budi
yang menjadi tour guide untuk berkeliling Kota Medan. Wkwkwk.. Sebelumnya
mereka udah selalu juga ngajakin main ke Medan. Maka, kali ini adalah saat yang
tepat juga untuk melunasi janji. Dengan menggunakan dua sepeda motor, kami
berempat(aku, Fitri, Garin dan Tulang Budi) memulai perjalanan. Rute pertama
ialah USU. Ternyata kampus ini cukup luas. Aku teringat dulu almarhum papa
sempat menyuruhku untuk berkuliah di sini. Tapi karena tidak dapat izin dari
mama dan pertimbangan jurusan yang diambil, maka Universitas Riau lah tempatku
menimba ilmu hingga sekarang :D Usai dari USU kami ke Mesjid Raya Medan.
Mesjidnya cukup bagus, namun tidak sebagus Islamic Center Rokan Hulu :D
Kemudian, dilanjutkan dengan ke Istana Maimoon. Istana ini mirip dengan istana
Siak, namun lebih besar istana Siak. Tapi, yang unik dari istana ini ialah di
depannya ada peninggalan sejarah Meriam Puntung yang punya cerita cukup unik.
Dan rute terakhir ialah silaturahmi ke rumah neneknya Garin yang letaknya tidak
jauh dari Hotel Inna Dharma Deli.
Esok
harinya, 26 Agustus 2015 adalah hari yang sebenarnya bagiku. Hari ini seluruh
tenaga dan pikiran dikerahkan untuk membawa nama Riau. Yap, perlombaan debat
dimulai! Sistem debat yang digunakan adalah sistem point, artinya setelah satu
kali babak penyisihan maka diambil empat tim dengan point tertinggi untuk
melaju ke babak semifinal. Di babak penyisihan, Riau VS Kepulauan Riau dengan
mossi “ Masyarakat Modern Tidak Perlu Belajar Bahasa Daerah”. Saat itu Riau
mendapat posisi sebagai tim kontra. Setelah diumumkan, Alhamdulillah Riau
berhasil meraih point tertinggi dan berhak melaju ke babak semifinal.
Di
babak semifinal Riau vs Sumut dengan mossi perdebatan “ Memfilmkan Karya Sastra
Menguntungkan atau Merugikan Karya Sastra”. Kami dari Riau mendapat posisi pro,
yakni setuju apabila memfilmkan karya sastra akan menguntungkan karya sastra
tersebut. Nah, di sini letak kekecewaan mulai hadir. Usai semifinal, diumumkan
bahwa Riau hanya mendapat peringkat 3. Di satu sisi aku kecewa, karena pada
awalnya optimis kalau Riau bakal dapat posisi 1 atau 2 buat melaju ke final.
Rasa kesal itu kian bertambah saat penonton pun berkata demikian. Bahkan
pembina dari Balai Bahasa Provinsi Lampung usai pengumuman langsung datang dan
bilang :
“ Nak, yang sabar ya. Semua orang
prediksinya kalian dapat posisi 1 atau 2, lho. Bahkan Bapak sendiri takut kalau
Lampung di final ketemunya sama kalian. Karena prediksinya kalian yang maju ke
posisi 1 atau 2 di final. Riau selalu di hati kami. Tetap semangat dan jangan
kecil hati,ya!”
Usai
mendengar komentar serupa dari berbagai pihak hati serasa runtuh. Sedih, kesal
campur aduk dengan rasa kecewa. Tapia pa boleh buat lagi. Dewan juri mutlak
punya kuasa penuh. Mungkin memang ini yang terbaik. Akhirnya di final Riau
kembali melawan Kepulauan Riau untuk memperebutkan juara 3 dengan mossi
perdebatan “ Media Sosial Sebagai Pengembangan Bahasa Indonesia” dan kita dari
Riau mendapatkan posisi kontra.
Malam
harinya, acara penutupan dilangsungkan. Aku tidak terlalu banyak berharap lagi
saat mendengar pengumuman. Takut kecewa lagi. Apapun hasilnya, pasti inilah
yang terbaik. Daaaaan, akhirnya Riau dinyatakan sebagai juara 3. Kulihat raut
wajah Fitri dan Yudi, biasa saja. Aku tahu bahwa mereka pun masih kecewa dengan
hasil di semifinal tadi. Tapi dengan mantap kami bertiga tetap maju ke depan
untuk menerima piala. Alhamdulillah untuk tahun ini Riau berhasil membawa
pulang beberapa piala, yaitu :
·
Juara
3 Debat Bahasa Mahasiswa
·
Juara
1 Fragmen Duta Bahasa
·
Juara
2 Lomba Pembawa Acara
·
Juara
2 Lomba Cerdas Cermat tingkat SLTA
Jum’at, 27 Agustus 2015 adalah hari
terakhir Pekan Bahasa Sumatera 2015. Usai penutupan semalam, panitia mengajak
seluruh peserta field trip ke Danau Toba. Perjalanan dilakukan menggunakan bus.
Kontingen Riau kebetulan satu bus dengan kontingen Sumatera Utara. Usai
menempuh perjalanan sekitar 5 jam, tibalah kami di danau terbesar di Asia
Tenggara ini. Sugoi! I don’t know what should I say! Danau Toba ini begitu
indah. Hamparan airnya yang hijau membentang luas dikelilingi dengan
pulau-pulau serta dihiasi dengan kebudayaan masyarakat sekitar yang masih
sangat kental.
Kami langsung melanjutkan perjalanan
ke Pulau Samosir. Perjalanan menggunakan kapal ditempuh sekitar 45 menit.
Sepanjang perjalanan aku tak berhenti kagum atas karya Yang Maha Kuasa ini.
Indah! Lukisan-Nya memang sangat indah. Maka, berfoto sepanjang perjalanan
adalah hal yang tidak akan terlewatkan untuk mengabadikan tempat yang indah
ini.
Tiba di Samosir, tulisan “ Selamat
datang di Tomok, Pulau Samosir. Horas!” telah menyambut kedatangan kami di gerbang.
Langsung panitia mengajak melanjutkan perjalanan di Pulau ini untuk menikmati
kebudayaan setempat. Tarian si Gale-gale ialah tujuan pertama kami. Kami diajak
untuk ber tor tor bersama boneka si Gale-gale dipandu oleh tour guide setempat.
Beliau awalnya menceritakan bagaimana kisah tarian ini hingga tarian ini masih
kental menjadi salah satu mistik kepercayaan masyarakat setempat.
Usai ber tor-tor, kami melanjutkan
perjalanan ke makam Raja Sidabutar. Konon, kata tour guide di sini Raja
Sidabutar ini merupakan raja yang dulu pernah berkuasa di Samosir dan memiliki
pengaruh yang kuat di tempat ini. Panjang lebar penjelasan oleh pemandu wisata
membuatku semakin sadar akan kayanya budaya Indonesia. Kebudayaan masyarakat
batak sangat kental, segala aturan adat yang telah diturunkan nenek moyang
mereka dijunjung tinggi.
Sayangnya, waktu untuk menjelajahi
Tomok hanya sekitar 2 jam. Pukul 14.45 kami smeua harus sudah kembali ke kapal.
Untuk berbelanja di sini pun terburu-buru. Kata Eva dan Kak Riska, kalau berbelanja
di sini harus menggunakan bahasa batak atau dialeg batak supaya harga yang
ditawarkan tidak mahal. Untungnya aku ada darah mandailing, hehee. Jadi sedikit
bisa berbahasa batak dan berdialeg batak. Alhamdulillah saat berbelanja aku
bisa nego dengan harga yang cukup murah jika dibandingkan teman-teman yang
lain. Bangga sama mama yang telah menurunkan darah mandailing ke anaknya ini.
Wkwkwk …
Pukul 3 sore kami kembali ke Parapat,
meninggalkan Samosir yang penuh kebudayaan. Tiba di Parapat, usai sholat ashar
seluruh kontingen kembali menuju Kota Medan. Berbeda dengan yang lainnya,
kontingen Riau langsung transit bus di Siantar untuk kembali ke Riau. Sementara
kontingen yang lain masih kembali ke hotel dan baru akan kembali ke daerah
masing-masing keesokan harinya. Aku baru menyadari bahwa telah tiba di
penghujung, bagian yang paling menyakitkan yakni perpisahan. Baru kemarin
rasanya sampai di Medan, ternyata sudah harus balik lagi ke Riau. Belum puas
rasanya menggali ilmu banyak di sini, tapi segera pulang kembali ke Riau adalah
tuntutan.
***
Haaaah, ternyata aku udah cerita
panjang lebar sejauh ini ya.. -___- Hahhahaa.. Padahal belum tiap detail
kejadiannya diceritakan,lho :D Tapi yasudahlah, semua cerita detailnya akan
selalu tersimpan di memori hati dan otak dalam perjalanan hidup seorang gadis
yang selalu dan selalu ingin menjelajahi tempat di Indonesia ini. Hehee..
Entah harus apalagi yang aku katakan
untuk Dzat yang selalu memberikanku anugrah, Allah Swt. DIA telah mengizinkanku
untuk melunasi janji ke Medan di tahun ini. DIA telah mengizinkanku menikmati
keindahan ciptaan-Nya di tempat lain. DIA telah mengizinkanku mendapatkan
berbagai pelajaran dari event ini. Dan DIA telah memberiku keluarga baru sejak
setahun yang lalu, keluarga dari Balai Bahasa Provinsi Riau :’)
Medan, beberapa janji dan hutang
telah kulunaskan di sana. Meski mungkin belum tertunai dengan sempurna. Pesona Sumatera Utara berhasil menarik
perhatianku, membuat diri ini masih berniat suatu saat akan kembali lagi ke
sana. Semoga ada kesempatan lagi. Aamiin..
Terimakasih syukur tak hingga hanya
kepada Allah Swt, penulis cerita yang sempurna. Untuk mama yang selalu
mendo’akan bungsunya, kasih sayang dan do’a mama entah dengan apa harus Novi
balas :”) Untuk semua keluarga, sahabat, Bidar, PEFSI 13, rekan dan nama yang
tak tertulis satu persatu di sini, terimakasih telah selalu menjadi bagian yang
mendo’akan dan mendukung Novi untuk terus berbuat dan berkarya lebih baik lagi.
Untuk Bapak Ibu pendampig Balai Bahasa Provinsi Riau dan kontingen Riau
terimakasih atas bimbingan dan kehangatan kekeluargaan yang telah kita rajut.
Semoga ukhuwah sampai surga,aamiin.
Kapok dengan juara 3? Tidak! Justru
lebih bersemangat untuk terus dan terus intropeksi dan memperbaiki kualitas
diri lagi. Tahun depan Pekan Bahasa 2016 di Aceh. Semoga Riau tidak kapok dan
bosan dengan gadis yang penuh mimpi ini. Semoga kembali bisa hadir tahun depan
dalam event yang sama dan di tempat yang berbeda. Aamiin..
Fabiayyialaairabbikumatukadzibaan.. :”)
Here are some of our moments ^.^
Suasana sebelum berangkat menuju Medan ^^
Suasana bus saat berangkat
Hotel Inna Dharma Deli ^^
Berasa kayak di luar negeri, padahal cuma di depan hotel :D
Rumah Tjong A Fie
Ini salah satu gedung tua di Medan
Bersama Kak Riska, salah satu vionilist Medan
We fight and laugh together^^
Icon nya USU ^^
Mesjid Raya Medan ^^
Di depan Tugu Meriam Puntung
Ini dia yang namanya Meriam Puntung :D
Lupa ini Sultan Deli yang entah ke berapa :D
Kepulauan Riau vs Riau
Ini Mbak Wiwik perwakilan Riau dalam lomba Pewara
Ini adik-adik SMA N Plus Prov.Riau yang ikut lomba CC
Lagi break time ini ceritanya :D
When we were on debating ^^
Ini Duta Bahasa perwakilan Riau dalam Lomba Fragmen ^^
Bersama Duta Bahasa Riau :D
Closing ceremony ^^
Bersama juara 1 debat yang dari Lampung ^^
This is my team! ^^
Inilah pemenang debat Pekan Bahasa Sumatera 2015 ^^
Love it much much!
Fabiayyialaairabbikumatukadzibaaan :')
Ada silaturahmi yang terajut dalam event ini ^^
Inilah kita Kontingen Riau yang paling rusuh malam penutupan dan field trip :")
Kerennnnnn...
BalasHapusKeep up, and raise your words!
Cheers,
Dubas Riau 2015