Memasuki bulan Mei tahun 2016. Mahasiswa/i semester 6 di kampusku sedang disibukkan dalam proses pendaftaran Kukterta (Kuliah Kerja Nyata). Dulu, di kampusku penyebutannya juga sama seperti kampus lain, KKN. Tapi 2 tahun belakangan terakhir namanya diganti menjadi Kukerta. Sama seperti mahasiswa lainnya, aku pun turut serta disibukkan dengan proses pendaftaran Kukerta secara online. Ini memang semester yang rasanya menguras tenaga! Baru aja riweh dengan proses Pemilihan Mahasiswa Berprestasi, sekarang harus riweh lagi dengan prosesi pendaftaran Kukerta. Tapi selow aja jalanin semuanya, bersyukur! Alhamdulillah…
Pendaftaran online Kukerta di
kampusku dilakukan melalui website Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(LPPM) Universitas Riau. Tidak jarang websitenya eror karena banyak yang akses.
Antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya pun seperti sedang lomba lari.
Adu kecepatan akses internet untuk membuka portal dan adu kecepatan untuk berhasil
mendaftar pada desa yang diinginkan. Setelah ikut berpacu via portal sama
seperti teman yang lainnya, akhirnya namaku tercantum menjadi pendaftar Kukerta
di Desa Pergam, Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis. Aku sengaja memilih lokasi
kepulauan karena memang ingin lebih mengenal kehidupan masyarakat pesisir.
Maklum, sejak kecil aku tinggal di daerah Riau daratan. Jadi ingin sekali
rasanya merasakan kehidupan pesisir.
Di sisi
lain, sebenarnya sejak tahun 2015 aku sudah menargetkan harus bisa ikut KKN-K
(Kuliah Kerja Nyata Kebangsaan). Meskipun begitu, aku harus tetap terdaftar
dulu di Kukerta Reguler sebagai persiapan jika nanti misalnya tidak lulus
seleksi KKN Kebangsaan. Keinginan untuk bisa bergabung di KKN Kebangsaan bukan
tanpa motivasi. Banyaknya seniorku yang menjadi peserta KKN-K tahun 2015 yang
kebetulan saat itu tuan rumah pelaksanaannya adalah Provinsi Riau menjadi
motivasi bagiku untuk bisa menjadi salah satu delegasi UNRI di tahun 2016.
Beberapa kali aku bolak-balik ke LPPM mencari tau informasi pendaftaran KKN-K
2016, tapi belum ada. Aku juga bertanya ke sana kemari terus mencari informasi
dari senior atau pun teman-teman lain. Ternyata di penghujung Bulan Mei,
pengumuman seleksi KKN-K di kampusku diumumkan. Uwo! Aku antusias menyambut kabar
ini. Segera kuurus semua berkas untuk seleksi.
Sekitar
selang satu bulan, pengumuman peserta KKN-K 2016 dilampirkan via website LPPM
UNRI. Alhamdulillah, Allah SWT takdirkan namaku tercantum di sana. Syukur,
syukur! Betapa baiknya Allah menjadikanku salah satu dari 50 peserta se-UNRI
yang terpilih. Di sisi lain kesyukuranku ini, beberapa teman-teman Kukerta ku
di Desa Pergam sangat menyayangkan kelulusanku di KKN Kebangsaan. Ya, wajar.
Sebab sebelumnya kami sudah sempat beberapa kali berkoordinasi dan
bersilaturahmi via grup line yang dibuat khusus tim Desa Pergam. Ketika lulus
KKN Kebangsaan, artinya Kukerta ku di Desa Pergam batal. Yap, artinya tim ini
akan kehilanganku sebagai salah satu anggotanya. Aku memohon maaf ke
teman-teman tim Desa Pergam karena tidak jadi satu tim pengabdian. Mereka pun
memaklumi dan kami saling mendo’akan agar bisa saling sukses mengabdi meskipun tidak
satu tim.
Ada beberapa nama dari FKIP yang
dinyatakan lolos sebagai peserta KKN Kebangsaan dan namaku satu-satunya dari
Pendidikan Fisika. Allah SWT Maha Baik! Salah satu targetanku di tahun 2015
tercapai di tahun ini. Impianku di tahun 2014 yang ingin kembali menginjakkan
kaki di Kepulauan Riau akan diwujudkan Allah Swt di tahun ini. Ya, tuan rumah
KKN-K 2016 adalah Provinsi Kepulauan Riau! Sebuah provinsi yang kaya potensi
bahari dan menawarkan pesona maritime nan elok membuatku bertekad harus bisa
mengunjunginya kembali. Di tahun 2014, aku menjejaki kaki di Kepulauan Riau
sebagai delegasi Riau dalam kompetisi pidato remaja se-Sumatera. Tahun 2016
kembali Allah Swt mengirimku ke sana melalui KKN Kebangsaan. Alhamdulillah ala
kulli hal …
***
Setelah
dinyatakan lolos, aku lupa inisiatif dari siapa membuat grup line peserta KKN-K
2016 UNRI. Tiba-tiba kontak lineku sudah ada di dalam grup. Di grup itu, kami
saling berkoordinasi antar sesama delegasi UNRI terkait apa-apa saja hal yang
harus dipersiapkan untuk KKN nanti. Di grup itu pula, berbagai informasi
seputar KKN-K selalu diberitahukan. Grup line yang lain muncul lagi, grup line
KKN Kebangsaan 2016. Ya, isinya adalah peserta KKN-K 2016 dari berbagai
universitas se-Indonesia. Aku pun menemukan link grup tersebut dari halaman
facebook KKN Kebangsaan 2016 yang sengaja kucari untuk tambahan referensi
informasi. Canggihnya zaman membuat kita mudah berkoordinasi meskipun belum
pernah saling bertemu sama sekali. Bagi mahasiswa yang sosialita (aktif di
media sosial), walau pun belum pernah bertemu satu sama lain tiba-tiba bisa
menjadi akrab seperti sudah lama saling kenal. Kecanggihan teknologi memang
terasa sekali manfaatnya di sini!
Tidak lama
setelah grup KKN-K nasional itu terbentuk, kami pun mendapatkan informasi
daftar nama kelompok dan desa lokasi pengabdian dari teman-teman mahasiswa
UMRAH (Universitas Maritim Raja Ali Haji). Ya, UMRAH adalah universitas yang
menjadi tuan rumah sekaligus penanggung jawab dalam pelaksanaan KKN-K tahun
ini. Lagi, manfaat dunia digital begitu terlihat nyata di sini. Kecepatan akses
data dan kepo tingkat tinggi
mahasiswa mengalahkan informasi dari LPPM kampus. Harusnya daftar kelompok KKN
ini kan diinformasikan ke LPPM masing-masing kampus. Tapi, sebelum data itu
disampaikan ke LPPM masing-masing kampus malah kami peserta sudah tau lebih
dulu. Super!
Begitu foto copy an daftar nama tiap
kelompok beserta nama desanya dishare
di grup KKN Kebangsaan 2016, masing-masing dari kami langsung sibuk mencari
teman satu kelompoknya dan membuat grup line baru lagi untuk kelompoknya
masing-masing. Seketika postingan grup penuh dengan pemberitahuan link
masing-masing kelompok. Demikian juga dengan kelompokku. Aku berinisiatif
membuat grup line begitu melihat namaku terdaftar di kelompok KKN Desa Malang
Rapat dengan komposisi 5 orang mahasiswa dan 10 orang mahasiswi. Kuberi label
“KKN-K Malang Rapat” pada nama grup, lalu kuundang satu persatu kontak line
yang aku dapatkan dari grup KKN-K se Indonesia itu. Namun, sayangnya tidak
semua nama yang terdaftar pada foto lembaran copy an pembagian kelompok itu ada
di grup line KKN-K tersebut sehingga ada beberapa kontak yang belum bergabung
di grup yang kubuat. Berikut daftar nama kelompokku :
1.
Tengku
Novenia Yahya (Universitas Riau)
2.
Faizatul
Anisah (UIN Sultan Syarif Kasim Riau)
3.
Nasrullah
S (Universitas Negeri Makassar)
4.
Nofan
Farid Maghfuri (Universitas Negeri Semarang)
5.
Agustin
Maulina Sugani (Universitas Jambi)
6.
Bela
Lestari Dwireja (Universitas Negeri Jember)
7.
Merlin
Anjani (Universitas Sriwijaya)
8.
Mohammad
Dewangga Wijaya (Universitas Negeri Jakarta)
9.
Nurshifa
Annisa (Universitas Hasanudin)
10. Feny Mutiara Daris (Universitas Nusa
Cendana)
11. Apriwandi (Universitas Riau)
12. Dini Asih (Universitas Maritim Raja
Ali Haji)
13. Yuly Meilinda (Universitas Maritim
Raja Ali Haji)
14. Dwi Aulia Fauziani (Universitas Maritim
Raja Ali Haji)
15. Syahdi Irfan (Universitas Maritim
Raja Ali Haji)
***
Seiring berjalannya waktu, kami yang
sudah tergabung di grup KKN-K Malang Rapat terus saling berkoordinasi untuk
mengumpulkan kontak teman-teman yang belum bergabung di grup. Berbagai cara
dilakukan, mulai dari meminta bantuan teman-teman UMRAH yang ada di grup line
KKN Kebangsaan 2016, searching di
facebook instagram bahkan google! Hmmm memang benar-benar seperti sedang
mencari saudara yang hilang! Hahahaa.. Sampai akhirnya sudah 14 kontak terkumpul
di grup line KKN-K Malang Rapat. Tinggal 1 kontak yang belum, Feny Mutiara
Daris! Udah dicari kemana-mana tapi gak nemu kontaknya. Ternyata memang belum
ada satu pun kontak teman-teman delegasi Universitas Nusa Cendana yang
bergabung di grup line mana pun yang berkaitan dengan KKN Kebangsaan 2016.
Meskipun tim kelompokku belum
lengkap, akhirnya aku dan tim memutuskan untuk memulai rapat santai via line
group yang sudah kami bentuk. Dimulai dari perkenalan singkat, berlanjut
pembahasan tentang apa saja hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan
KKN nanti. Sayangnya, tidak semua anggota di grupku aktif. Lebih banyak yang
memilih menjadi silent reader atau bahkan sangat slow respon. Hanya 2-3 orang
yang selalu fast response tiap ada
hal yang dibahas di grup. Aku pun mulai kesal dan cemas. Kesal karena anggota
grup tidak sesuai ekspetasiku, slow
response. Tiap ditanyain ini itu hanya sedikit yang respon. Cemas karena
takut nanti tidak bisa kompak saat melakukan pengabdian di desa. Bayangin aja
coba, kita ada 15 orang dari latar belakang yang beda dan belum pernah ketemu
sama sekali sebelumnya, lalu tiba-tiba disuruh melakukan pengabdian di suatu
desa. Ketika sudah dibuatkan grup virtual, eh malah gak semuanya cepat tanggap.
Karena aku adalah tipikal orang yang dominan dan terbiasa terstruktur melakukan
kegiatan di kampus, kondisi seperti ini membuatku merasa kurang nyaman. Bingung
dan cemas campur aduk. Tapi aku kembali mengingatkan diri, “Inilah tantangannya
KKN Kebangsaan, Nov! Kamu harus bisa menghadapi yang namanya perbedaan!”. Untungnya
saat itu ada Bela Dwi Reja yang sebelumnya juga sudah cukup aktif di grup line
KKN Kebangsaan 2016. Ya, Bela lah yang selalu fast respon tiap ada hal yang mau
dibahas. Dia pun selalu yang menenangkan kekhawatiranku dengan bilang : “Aku
juga khawatir. Tapi santai aja. Kita hadepin bareng-bareng. Semoga nanti pas
kita semua udah ketemu gak garing, ya”. Hufth, untung punya teman yang
sepemikiran. Pikirku waktu itu.
Meskipun grup line kelompokku lebih
sering slow response, aku dan beberapa teman yang cukup aktif terus saling
mengingatkan dan berkoordinasi tentang kebutuhan kami saat pengabdian nanti. Diskusi
tetap berjalan meskipun kadang memakan waktu yang cukup lama. Idealnya, untuk
melakukan pengabdian selama sebulan di desa membutuhkan banyak persiapan. Posko
(tempat tinggal) dan peralatan masak adalah dua hal yang berulang kali kami
bahas untuk menemukan kesepakatan karena sifatnya krusial. Kalau pengalaman
senior-senior yang juga mengikuti KKN Kebangsaan sebelumnya, katanya KKN
Kebangsaan akan mendapatkan perlakukan istimewa oleh pihak desa. Posko dan peralatan
masak biasanya akan disiapkan oleh Pemerintah Desa (PEMDES). Ya gak mungkin
dong jauh-jauh dari Riau harus nenteng kuali, kompor dan teman-temannya kan?
Hahahaa. Gak mungkin juga bawa kasur nyebrang pulau! Tapi meskipun mendapatkan
cerita dari senior seperti itu, kami harus tetap memiliki persiapan untuk
jaga-jaga. Akhirnya, salah satu anggota kelompokku yang juga merupakan
mahasiswa UMRAH dan asli penduduk Bintan berinisiatif menawarkan diri untuk
meminjamkan peralatan masak jika PEMDES tidak menyediakan. Salah satu teman
asal UMRAH yang lainnya juga menawarkan diri untuk meminjamkan motornya sebagai
transportasi kami nanti ketika di desa. Kami juga menyepakati masing-masing
individu harus bawa minimal 1 piring, 1 sendok dan 1 gelas untuk digunakan saat
makan selama pengabdian nanti. Lalu tambahan inisiatif teman asal Makassar,
bawa mie instant dan makanan ringan! Sebenarnya bisa aja beli di lokasi
pengabdian ya, kan? Tapi kata temanku Yuly yang ternyata rumahnya 1 jam an dari
lokasi pengabdian, pusat perbelanjaan seperti pasar lumayan jauh dari desa
kami. Jadi, tidak ada salahnya membawa mie instant dan beberapa cemilan dari
jauh hari sebagai bekal awal makanan ketika baru sampai di lokasi pengabdian
nanti.
***
Hari demi hari menjelang pelaksanaan
KKN Kebangsaan, aku juga menyempatkan diri untuk browsing seputar informasi tentang lokasi desa yang akan menjadi
tempat pengabdianku nanti. Aku mulai mengetik “Desa Malang Rapat” di mesin
pencarian google. Apa hasil yang kutemukan? Aku menemukan banyak gambar pantai
yang sepertinya tidak asing bagiku. “Hmmm, kayaknya aku pernah ke pantai ini”. Artikel
demi artikel kubaca, akhirnya aku tau bahwa ternyata Malang Rapat adalah sebuah
desa yang terletak di sepanjang Pantai Trikora, lebih tepatnya Trikora 3 dan
Trikora 4 yang merupakan salah satu pantai favorit di Bintan! Dan pantai ini
adalah pantai yang dulu pernah kukunjungi di tahun 2014. Aha, pantesan gak
asing lagi view nya! Masya Allah, Alhamdulillah… Dulu ketika mengikuti lomba
pidato remaja se-Sumatera di Bintan tahun 2014, aku pernah ke Pantai Trikora
dan takjub dengan pemandangannya. Bahkan aku ingat betul saking senangnya waktu
itu aku menatap pantai yang luas tersebut sambil mengulang-ngulang berucap do’a
dalam hati : “ Ya Allah, ini sangat indah. Suatu saat aku ingin kembali lagi ke
sini dan menikmatinya lebih lama”. Ternyata Allah SWT mengijabah do’aku dua
tahun kemudian. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang Kamu dustakan?
Dokumentasi di 2014. Tahun ini akan mengabdi di desa ini selama kurang lebih sebulan |
***
Akhirnya, Berangkat!
Bulan Juli tiba! Mahasiswa lain yang
menjalani Kukerta Reguler sudah berangkat melaksanakan pengabdiannya dimulai akhir
Juni lalu. Sedangkan aku dan teman-teman KKN Kebangsaan masih belum berangkat.
Kami direncanakan akan berangkat menuju Kepulauan Riau pada tanggal 21 Juli
2016. Jadwal pengabdian KKN Reguler dan KKN Kebangsaan memang beda. Teman-teman
KKN Reguler melaksanakan pengabdian selama kurang lebih dua bulan, sedangkan
KKN Kebangsaan hanya satu bulan. Itu sebabnya, keberangkatan kami pun lebih
lama sebab jadwal mulai KKN nya juga lebih lama karena berdurasi lebih singkat.
Sambil menunggu hari keberangkatan,
aku dan teman-teman yang lain masih terus saling berbagi informasi perihal apa
saja yang perlu kami persiapkan. Di grup line KKN Kebangsaan UNRI, kami saling
berkoordinasi perihal persiapan keberangkatan dari Bandara Sultan Syarif Kasim II
Riau. Salah satu keuntungan mengikuti KKN Kebangsaan ini adalah biaya
perjalanan/transportasi pergi dan pulang menuju lokasi KKN ditanggung
sepenuhnya oleh pihak kampus dan pihak panitia penyelenggara. Malahan, di tahun
2015 ketika UNRI menjadi tuan rumah KKN Kebangsaan, setiap kelompok mendapatkan
bantuan dana sebesar Rp3.000.000 untuk pelaksanaan program KKN. Wah, enak kan?
Semua sudah didanai, tinggal berangkat untuk mengabdi! Tapi kabarnya berbeda
dengan tahun ini. Ketika kami tanyakan ke pihak kampus apakah ada bantuan dana
program ketika pelaksanaan KKN nanti, jawabannya tergantung panitia pelaksana
(UMRAH). Jadi ternyata, akomodasi keberangkatan dan kepulangan menuju dan dari
lokasi KKN itu ditanggung oleh pihak kampus. Sedangkan biaya program pengabdian
tergantung kesanggupan panitia pelaksana apakah sanggup memberikan dana bantuan
atau tidak. Jadi, karena belum ada kepastian dari pihak UMRAH maka kami harus
menyiapkan kantong pribadi untuk jaga-jaga terkait dana program pengabdian di
desa nanti.
Menghitung hari demi hari, akhirnya
hari keberangkatan itu tiba! Pukul 08.00 WIB di tanggal 21 Juli 2018 adalah
waktu yang kami sepakati untuk berkumpul di Bandara Sultan Syarif Kasim II Riau.
Aku meminta tolong abangku untuk mengantar ke bandara. Ya seperti biasanya,
abangku selalu menjadi orang yang siap siaga mengantarkanku ke bandara jika
hendak berpergian. Kami berangkat menggunakan sepeda motor. Aku membawa sebuah
koper berukuran sedang berwarna merah, 1 ransel dan 1 tas jinjing. Wah, banyak
ya bawaannya! Ya gimana dong, namanya juga perempuan kan yaa hehe. Perginya
sebulan pula. Padahal menurutku itu bawaannya sudah diminimalisir, lho! Koperku
berisi pakaian secukupnya. Nih sekalian aku mau sharing apa aja yang kubawa
saat KKN. Aku membawa 3 gamis (dipakai untuk acara formal), 2 rok berwarna
hitam (bawa warna hitam supaya netral bisa dipasangkan dengan baju warna
apapun), 1 rok celana, 1 kaos KKN dari UNRI+topi, 1 almamater UNRI, 3 kaos lengan
panjang, 3 kaos lengan pendek, 6 jilbab segi empat, 3 jilbab sarung, 1 sweater,
3 buah ciput (anak jilbab), 4 pasang kaos kaki, 2 pasang manset tangan, 1 buah
handuk dan pakaian lainnya yang dianggap penting (If you know what I mean
wkwk). Dan segitu banyaknya itu muat satu koper berukuran sedang, lho! Lha kok
bisa? Bisa dong! Ada tips melipatnya hehe. Sedangkan di ranselku, isinya adalah
laptop, kamera, segala jenis charger, dompet, tas make up harian (ini yang
sederhana aja ya gengs. Kayak bedak padat, foundation, hand body lotion,
parfum, dll), tas peralatan mandi. Nah, kemudian tas jinjing berukuran kecil
isinya 1 colokan sambung, 1 piring, 1 gelas, 1 sendok dan beberapa cemilan
ringan. Well done, bawaan untuk pengabdian sebulan itu kubawa semuanya sendiri.
Pukul 08.00-09.00 WIB, satu persatu
dari delegasi KKN Kebangsaan UNRI berkumpul di pelataran Bandara Sultan Syarif
Kasim II Riau. 50 delegasi mahasiswa dari UNRI ditambah 1 orang dosen pembimbing
(Pak Syapsan) siap untuk berangkat. Setelah memastikan semua pasukan lengkap,
kami melakukan check in tiket pesawat lalu masuk ke ruang tunggu. Pukul 11.10
WIB kami masuk pesawat Lion Air. Tidak lama kemudian, pesawat terbang. Kami
berangkat!
********
Asslamualaykum, Kepri…
Setelah mengudara selama kurang
lebih 50 menit, akhirnya kami delegasi UNRI mendarat di Bandara Hang Nadim
Batam. Alhamdulillah, akhirnya kembali bisa menginjakkan kaki di bandara ini. Setelah
mengambil barang dari bagasi, satu persatu kami menuju musholla bandara untuk
menunaikan ibadah sholat zuhur. Lalu, dilanjutkan dengan aktivitas makan siang.
Hingga pukul 14.30 WIB, kami masih stay di bandara dan juga bertemu dengan
beberapa delegasi KKN Kebangsaan dari kampus lain. Selanjutnya, pukul 15.00 WIB
kami dijemput oleh panitia untuk menuju pelabuhan Sri Bintan Pura. Menaiki
Kapal Baruna Super Jet menyebrangi lautan luas menuju Pulau Bintan, Kota
Tanjung Pinang. Ah, menaiki kapal ini membuatku benar-benar flashback saat
menaiki kapal yang sama dua tahun lalu. Pelabuhan Sri Bintan dan laut lepas,
kita akhirnya jumpa lagi!
Dengan kekuatan hengpong jadul, beginilah suasana Bandara Hang Nadim yang dipenuhi delegasi KKN Kebangsaan 2016 |
Di Kapal Baruna Super Jet, tidak
hanya delegasi UNRI yang ada. Tetapi juga ada beberapa delegasi KKN-K lainnya.
Kok bisa tau? Ya, keliatan dari almamater yang mereka gunakan. Siapa lagi yang
menggunakan almamater di atas kapal begini kalau bukan delegasi KKN-K, kan? Ada
delegasi dari USU, UNSYIAH, UNDANA, Universitas Musamus Merauke, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, ISI Padang Panjang, Universitas Negeri Jambi dan
Universitas Negeri Semarang. Penggunaan almamater membuat kami saling tau satu
sama lain bahwa kami sedang dalam misi yang sama. Maka, silaturahmi saling
berkenalan pun dimulai. Dan, aku menemukan satu anggota kelompokku yang selama
ini hilang dari grup line. Feny Mutiara Daris dari UNDANA! Yaampun, sekian lama
nyari kontaknya gak nemu akhirnya ketemu sama orangnya langsung pas di kapal.
Hahahaa pertemuan yang manis!
Kapal berlabuh di Kota Tanjung
Pinang sekitar pukul 17.00 WIB. Di pelabuhan sudah ada panitia yang siap mengantarkan
kami menuju Sunrise City Hotel (Hotel Bali). Ya, hotel tersebut akan menjadi
tempat kami untuk mengikuti pembekalan KKN Kebangsaan selama 4 hari ke depan. Kami
diantar menggunakan bus dan tiba di hotel sekitar pukul 17.30 WIB. Begitu sampai,
sekelompok Tentara Negara Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) langsung menyambut
kedatangan kami. Tapi jangan dikira disambut dengan penuh kelembutan, disambut
dengan ketegasan! Semi militer! Berasa semacam lagi diospek. Diteriakin untuk
cepat berbaris bersama delegasi lainnya yang sudah lebih dulu tiba. Ternyata di
lapangan hotel ini sudah penuh dengan warna-warni almamater dari berbagai
universitas di Indonesia. Kami pun buru-buru sambil membawa koper dan tas
masing-masing lalu menuju barisan yang sudah berkumpul.
Kumpulan TNI Angkatan Laut yang melatih kami selama pembekalan KKN Kebangsaan |
Langit semakin menguning kemerahan,
tanda maghrib semakin dekat. Seorang Bapak lengkap dengan seragam TNI nya
mengambil alih barisan, lalu ia membacakan nama-nama kelompok beserta nomor
urut pleton (kelompok selama pembekalan). Kelompokku, Desa Malang Rapat
mendapatkan kelompok Pleton 11. Di Pleton ini ada 3 kelompok desa ; Desa Teluk
Bakau, Desa Malang Rapat dan Desa Pengudang. Setelah membagi seluruh kelompok
menjadi beberapa pleton, kami dipersilahkan melaksanakan sholat maghrib di
musholla atau di cottage yang sudah ditentukan sesuai pleton yang dibacakan
tadi.
Kali ini, aku dan delegasi UNRI yang lainnya
harus saling berpencar. Kami berpencar sesuai kelompok masing-masing. Aku
berjalan menuju cottage perempuan pleton 11. Begitu masuk, ternyata ruangan
berukuran kurang lebih 4x7 meter itu sudah penuh dengan berbagai jenis koper
dan berbagai delegasi dari kampus lain. Di cottage itu ada 2 kamar tidur, 2
kamar mandi dan 1 ruang tamu. Bayangin aja gimana kecilnya ruangan berukuran
4x7 meter dibagi menjadi 5 ruangan! Malangnya lagi, setelah dicek, dua kamar
mandinya ini ternyata memiliki closet yang tidak berfungsi sama sekali. Hmmm…
Aku
masuk dan meletakkan koper ke kamar 1 kemudian melanjutkan sholat maghrib. Di
kamar, ternyata aku juga menemukan teman satu kelompokku dari UNSRI, Merlin
Anjani! Kami bersalaman dan berkenalan. Tiba-tiba aku dengar suara dari luar, “Novi
ya?”. Aku membalas sapaannya, “Iya. Bela, ya?”. Ia pun mengiyakan lalu kami
teriak kegirangan dan berpelukan. Masya Allah. Kebayang ya gimana perempuan
kalau udah ketemu hahahha. Ini perjumpaan pertamaku dengan Bela setelah selama
ini berkomunikasi via line. Lalu datang lagi sahutan dari luar, “Novi, Bela.
Ini Shifa!”. Oke fix, drama wanita kembali dimulai. Kami bertiga kegirangan
karena akhirnya bertemu di dunia nyata setelah komunikasi di grup line selama
ini. Ya, selama komunikasi via line kami bertiga cukup aktif saat rapat virtual
di grup. Jadi maklumin ya kalau udah ketemu jadinya gimana wkwkwk
Drama pertemuan pertama tadi segera
usai karena kami semua harus kembali berkumpul dan berbaris sesuai pleton yang
sudah ditentutkan. Masing-masing pleton mendapatkan satu orang Komando (Seorang
TNI AL yang menjadi pendamping pleton selama pembekalan KKN). Lalu, tiap
kelompok desa diharuskan menunjuk satu orang anggotanya menjadi ketua kelompok.
Di kelompokku, Nasrullah mahasiswa asal UNM
sebagai ketua kelompok desa. Lalu, Syahdi Irfan mahasiswa asal UMRAH selaku
ketua pleton 11.
Beberapa anggota Pleton 11. Emang dasar milenials, masih sempat foto di tengah tegangnya pembekalan wkwkwk |
Agenda malam ini adalah makan malam, lalu perkenalan
antar delegasi satu sama lain di masing-masing pleton. Makan malamnya pakai sstem
semi militer (semi apa emang beneran militer ya? wkwk)! Nasi bungkus yang
isinya begitu banyak harus habis dimakan dalam waktu 5 menit. Untungnya satu
bungkus nasi dimakan oleh 2 orang. Usai makan, agenda dilanjutkan dengan penyampaian
jadwal selama pembekalan. Seorang TNI AL yang memandu kami juga menyampaikan
apa-apa saja yang harus kami perhatikan selama pembekalan berlangsung. Harus
berpakaian rapi dan sopan, memakai almamater, memakai topi dan menggunakan name
tag adalah tata cara berpakaian selama pembekalan. Satu lagi, harus displin!
Kegiatan malam ini berakhir pukul 21.00 WIB.
Seluruh delegasi harus kembali ke cottage masing-masing. Malam ini kami harus
bisa tidur di cottage berukuran 4x7 m dengan komposisi 25 orang (perempuan
semua). Ya, 25 orang ini adalah wanita pleton 11 yang terdiri dari 3 kelompok
desa. Kami harus bisa tidur di ruangan ini meskipun sempit-sempitan. Alhamdulillah
ala kulli hal… Nikmatilah prosesnya! Kapan lagi coba ngerasain momen begini,
kan? Kalau kata Bapak TNI AL Komando Pleton 11,” Sebelum mengabdi ke desa-desa,
kalian harus dibentuk karakternya. Harus displin. Jangan manja! Kalau kalian
lembek dan gak mampu bertahan dengan kondisi yang begini, gimana mau mengabdi
di desa?”. Oke baik, Pak. Kami paham.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar..